Presiden Joko Widodo menargetkan rehabilitasi hutan mangrove di tanah air bisa mencapai 600 ribu hektare dalam kurun waktu tiga tahun mendatang.
“Target kita dalam tiga tahun ke depan akan kita perbaiki, kita rehabilitasi sebanyak 600 ribu hektare dari total luas hutan mangrove kita,” ungkap pria yang akrab disapa Jokowi itu usai menanam mangrove di Desa Bebatu, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara, pada Selasa, (19/10).
Ia menjelaskan, penanaman kembali mangrove tersebut adalah dalam rangka memperbaiki kerusakan yang terjadi pada hutan mangrove di dalam negeri, apalagi Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan mangrove terbesar di dunia.
BACA JUGA: KLHK Luncurkan Peta Mangrove Nasional 2021Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2015 menunjukkan bahwa saat ini luas hutan mangrove di dalam negeri mencapai 3,4 juta hektare, di mana sekitar 1,8 juta hektare dari luas tersebut berada dalam kondisi rusak.
Jokowi mengatakan rehabilitasi hutan mangrove ini diperlukan untuk menjaga daratan dari gelombang air laut, intrusi air laut yang dapat menyebabkan percampuran antara air laut dan air tanah serta untuk menjaga habitat dan spesies yang ada di dalam kawasan hutan.
“Dan di Kalimantan Utara ini ada 180 ribu hektare hutan mangrove yang kita akan lihat secara lebih detail lagi dan akan rehab,” tuturnya.
Apresiasi Duta Besar Negara Sahabat
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi melakukan penanaman kembali hutan mangrove di Kalimantan Utara bersama sejumlah duta besar negara sahabat dan masyarakat sekitar. Para Dubes ini pun mengapresiasi upaya pemerintah untuk memperbaiki kawasan hutan mangrove yang telah rusak.
Wakil Duta Besar Brazil untuk Indonesia, Daniel Barra Ferreira, mengatakan rencana rehabilitasi hutan mangrove di sejumlah wilayah yang dikemukakan oleh Presiden Jokowi tersebut menunjukkan komitmen yang serius dari Indonesia terkait dengan pembangunan yang berkelanjutan.
Sementara itu, Duta Besar Finlandia untuk Indonesia Jari Sinkari pun mengatakan bahwa rehabilitasi hutan mangrove tersebut akan mendatangkan banyak keuntungan bagi Indonesia.
“Saya berasal dari negara yang mempunyai banyak hutan, tetapi kami tidak mempunyai hutan mangrove. Tetapi saya mengerti bahwa mangrove ini sangat efisien untuk menyerap karbon dioksida. Jadi menurut saya jika anda ingin mengharapkan banyak keuntungan dari satu jenis hutan, mangrove adalah pilihan yang sangat tepat. Dan saya mengucapkan selamat untuk pemerintah Indonesia karena telah memilih mangrove,” ungkap Sinkari.
Selain itu, Direktur Bank Dunia untuk wilayah Indonesia dan Timor Leste, Satu Kahkonen, mengatakan program tersebut tidak hanya untuk menyelamatkan Indonesia semata, namun juga bisa menyelamatkan dunia.
“Program yang telah digagas oleh Presiden Jokowi dan pemerintah Indonesia ini sangatlah penting untuk Indonesia dan seluruh dunia. Ini adalah program restorasi mangrove terbesar di dunia, dan oleh karena itu kita salut atas usaha dari pemerintah Indonesia,” tutur Satu.
WALHI: Perbaiki Sumber Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove
Koordinator Kampanye Wahana Lingkungan Indonesia (WALHI) Ode Rakhman mengapresiasi upaya pemerintah untuk melakukan rehabilitasi hutan mangrove tersebut. Namun ia menekankan, bahwa selain upaya penanaman kembali, pemerintah juga harus mencari tahu penyebab utama kerusakan hutan mangrove tersebut.
“Karena kalau proses rehabilitasi dijalankan, tetapi kalau sumber kerusakannya tidak diselesaikan, angka 600 ribu hektare itu sebenarnya tidak ada apa-apanya,” kata Ode kepada VOA.
Ia menambahkan bahwa angka 600 hektare yang tercantum dalam rencana rehabilitasi hutan mangrove tersebut tidak terlalu memiliki arti jika kerusakan dan eksploitasi terhadap hutan mangrove terus terjadi.
BACA JUGA: 4,69 Juta Hektare Lahan di Indonesia yang Terdegradasi Telah PulihMenurut pantauan WALHI, sumber utama yang menyebabkan kerusakan hutan mangrove itu diantaranya bersumber dari ekspansi area tambak, pembangunan infrastruktur, pembangunan kawasan pariwisata, dan pembangunan kawasan ekonomi khusus (KEK) yang menyasar kawasan pesisir yang didalamnya terdapat ekosistem mangrove.
Maka dari itu, Ode mengimbau pemerintah untuk menghapus kebijakan pemerintah khususnya untuk pembangunan infrastruktur yang menyasar kawasan ekosistem mangrove. Selain itu, penegakan hukum katanya juga harus tegas dan tidak pandang bulu.
“Entah itu dia untuk proyek strategis nasional, tapi kalau kemudian menyasar ekosistem mangrove dan kemudian menyalahi aturan, ya pemerintah harus tegas bahwa kebijakan pembangunan itu ya tidak boleh menghilangkan ekosistem mangrove,” tuturnya.
Your browser doesn’t support HTML5
Ke depan, ia berharap pemerintah bisa bergerak cepat untuk melakukan rehabilitasi hutan mangrove tersebut. Menurutnya, target untuk merehabilitasi 600 ribu hektare dalam kurun waktu tiga tahun terbilang cukup lambat.
“Seharusnya bisa lebih luas dari 600 ribu hektare, ini sangat kecil. Kenapa tidak mencanangkan 2 juta hektare, misalnya, seperti di awal Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) yang mencanangkan 2 juta hektar. Kalau persoalan anggaran memangnya pemerintah tidak punya anggaran? Hutan kita begitu besar, terus hutan-hutan kita ini dilarikan kemana?” pungkasnya. [gi/rs]