Jumlah Kasus Harian Baru COVID di India Hampir 400 Ribu

Seorang pasien dipindahkan ke bangsal khusus pasien COVID-19 di rumah sakit GTB di New Delhi, 29 April 2021. (Foto: Prakash SINGH / AFP)

Jumlah kasus harian COVID-19 di India terus naik mendekati 400 ribu. Hari Jumat (30/4), kementerian kesehatan melaporkan 386.452 infeksi baru. Jumlah harian kasus baru itu telah melampaui 300 ribu untuk sembilan hari berturut-turut. Media India melaporkan bahwa beberapa pakar kesehatan masyarakat meyakini bahwa jumlah aktual kasus baru mungkin setidaknya lima kali lebih tinggi daripada hitungan resmi.

Bantuan dari AS dan negara-negara lain tiba di India hari Jumat. Bantuan AS mencakup pasokan oksigen, tes diagnostik cepat, dan bahan pembuat vaksin.

Gelombang kedua virus corona telah mendorong sistem layanan kesehatan India ke ambang keruntuhan, dengan rumah sakit-rumah sakit mencapai kapasitas penuh dan kekurangan oksigen yang akut memperburuk situasi yang sudah parah. Banyak taman dan tempat parkir telah diubah menjadi krematorium darurat yang bekerja siang malam untuk membakar mayat.

BACA JUGA: India Berjuang dengan Kampanye Vaksinasi di Tengah Lonjakan Kasus COVID-19

Para pakar kesehatan masyarakat India menyatakan penyebaran varian virus yang lebih mudah menular, ditambah dengan dilonggarkannya restriksi terhadap kerumunan massa dalam jumlah besar sewaktu wabah tampaknya terkendali pada awal tahun ini sebagai penyebab krisis.

Hans Kluge, direktur regional Eropa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Kamis memperingatkan bahwa “sangat penting untuk menyadari bahwa situasi di India dapat terjadi di mana pun, sewaktu langkah-langkah perlindungan pribadi dilonggarkan, sewaktu ada pertemuan besar-besaran, sewaktu ada varian yang lebih mudah menular dan cakupan vaksinasi masih rendah. Ini pada dasarnya dapat menciptakan badai yang sempurna di negara manapun.”

Hanya AS yang memiliki catatan lebih banyak kasus daripada India. AS mencatat lebih dari 32 juta infeksi, sedangkan India 18,3 juta, menurut Johns Hopkins Coronavirus Resource Center.

Sekelompok orang menari saat mereka berpesta di sebuah jalan di Soho, saat pemerintah melonggarkan pembatasan wilayah di tengah pandemi COVID-19 di London, Inggris, 12 April 2021.

Lebih dari seperempat petugas layanan kesehatan Inggris waspada terhadap vaksin COVID-19. Alasan keengganan mereka mencakup beberapa teori konspirasi dan kurangnya uji vaksin terhadap orang-orang kulit berwarna.

Menurut laporan Reuters, produsen vaksin Pfizer telah mulai mengekspor produknya yang dibuat di salah satu fasilitas di AS. Reuters melaporkan vaksin itu dikirim ke Meksiko.

Sementara itu, kepala badan pengawas obat Australia John Skerrit, Kamis (29/4) menyatakan tidak ada bukti vaksin AstraZeneca bertanggung jawab atas kematian dua orang tidak lama setelah mereka divaksinasi.

Botl vaksin COVID-19 AstraZeneca dan Pfizer-BioNTech di Berlin, Jerman, 10 April 2021. (REUTERS)

Kedua lelaki di negara bagian New South Wales itu, salah seorang di antaranya berusia 70-an-meninggal dalam dua hari setelah divaksinasi.

Skerrit mengatakan kepada pers bahwa kematian kedua lelaki itu sedang diselidiki. Tetapi ia menyatakan “bukti sekarang ini tidak menunjukkan kemungkinan kaitan” antara kematian dan vaksinasi.

Vaksin AstraZeneca mengalami masalah peluncurannya di berbagai penjuru dunia. Banyak negara menangguhkan penggunaannya setelah pertama kali muncul laporan mengenai efek samping parah yang mengaitkan pembekuan darah dengan trombosit yang rendah setelah vaksinasi, termasuk juga beberapa kematian. [uh/ab]