Jumlah pemilih di Kashmir India hampir memecahkan rekor pada Senin (13/5) saat penduduk di wilayah tersebut membanjiri tempat pemungutan suara (TPS) di seluruh wilayah Srinagar dalam pemilihan umum pertama sejak Perdana Menteri India Narendra Modi menghapus status semi otonom kawasan di Himalaya itu pada 2019.
Persentase pemilih pada hari Senin itu menjadi yang kedua terbesar dalam lebih tiga dekade terakhir. Jumlah tersebut, yang berkisar setidaknya 36% dari total jumlah pemilih yang memiliki hak suara, juga membalikkan tren jumlah pemilih kecil dalam pemilu di wilayah itu. Jumlah pemilih di Kashmir India pada pemilu kali ini lebih besar dibandingkan dengan pemilihan pada 2019 yang mencapai 14,43%, menurut petugas pemilu setempat. Namun jumlahnya tersebut masih lebih rendah dari rata-rata total jumlah pemilih secara keseluruhan di India yang mencapai 62%.
“Secara keseluruhan, proses pemilihan berjalan secara damai, tanpa disertai insiden negatif baik selama pemungutan suara maupun kampanye,” ujar Ketua Pemilihan wilayah Jammu dan Kashmir, Pandurang Kundbarao Pole. Ia menambahkan sebanyak 2.135 TPS di wilayah Srinagar tidak terpakai.
Kashmir telah didera oleh pemberontakan yang melawan kekuasaan India yang telah berlangsung selama 35 tahun. Pemberontakan tersebut telah menewaskan puluhan ribu orang, dan jumlah pemilih di pemilu sebelumnya terdampak oleh boikot dan ancaman serangan militan.
Pole mengatakan keamanan di Lembah Kashmir telah membaik sehingga jumlah partisipasi pemilih meningkat. Pada 2019, pemerintahan Modi membagi wilayah Lembah Kahsmir menjadi dua kawasan, yaitu Jammu dan Kashmir serta Ladakh.
BACA JUGA: Pakistan Umumkan Dana Bantuan dan Kirim Pasukan untuk Redam Protes di Kashmir“Saya tiba pukul enam pagi untuk memnggunakan hak pilih saya. Ini kali pertama saya memilih karena saya ingin melihat perubahan,” ujar Muzamil Rashid Mir, warga Srinagar, kepada VOA. “Hak dan harga diri kami telah dirampas oleh pemerintah pusat. Saya percaya pada demokrasi maka itu menggunakan hak pilih yang saya miliki. Saya ingin melihat status semi otonom dikembalikan.”
Partai yang ditukangi Modi, Bharatiya Janata Party (BJP), tidak ikut dalam pemilihan di Kahsmir untuk pertama kalinya sejak 1996. BJP mengatakan pihaknya akan mendukung partai lokal, sehingga pemain utama dalam pemilu di wilayah tersebut adalah Partai Konferensi Nasional (NC) dan Partai Rakyat Demokratis (PDP). Keduanya telah berfokus pada isu untuk mengembalikan status semi otonom Kashmir dalam kampanyenya masing-masing.
Mir mengatakan bahwa ia mendukung wakil dari NC Aga Syed Ruhullah Mehdi dan wakil PDP, Waheed-ur-Rehman Parra.
“Mehdi telah vokal terkait status istimewa [wilayah] kami, sedangkan di sisi lain Parra juga vokal terkait isu hak warga Kashmir yang selama bertahun-tahun telah kami suarakan,” ungkap Mir. “Saya ingin salah satu dari mereka memenangkan kursi parlemen.”
Warga lokal lainnya seperti Fata Begum, yang berusia 80 tahun, mengatakan gaya pemerintahan BJP tidak memberi warga banyak pilihan selain menolak “keputusan sepihak yang dijatuhkan” terhadap mereka.
“Inflasi telah meningkat dan alat pengukur konsumsi listrik telah dipasang di rumah-rumah kami walaupun kondisi ekonomi melemah dan pemuda-pemuda kami sulit mendapat pekerjaan. Ini semua akibat ulah Modi,” kata Begum kepada VOA. [jm/lt/rs]
Wasim Nabi berkontribusi dalam laporan ini. Beberapa informasi dalam laporan ini diambil dari Reuters.