Kecintaan Australia dengan minuman beralkohol kian memudar, ditunjukkan oleh angka resmi konsumsi alkohol yang menurun ke tingkat yang belum pernah terlihat sejak awal 1960-an. Penurunan itu disebabkan penurunan penjualan bir dan suatu pergeseran budaya alkohol bagi orang-orang muda Australia. Biro Statistik Australia memperkirakan seperlima penduduk negara itu adalah teetotalers atau bukan peminum.
Sebuah iklan kesehatan menyebutkan kegemaran mengkonsumsi alkohol di Australia berada pada titik terendah selama lebih dari 55 tahun.
Bir, anggur, dan minuman beralkohol lainnya masih menjadi bagian besar dalam kehidupan sehari-hari warga Australia, tapi di tanah yang mempunyai reputasi gemar minum minuman keras itu, para kawula muda sadar akan pentingnya kesehatan dengan lebih sedikit mengkonsumsi alkohol.
Profesor Ian Hickie, yang berusia 50-an dari Brain and Mind Center di Universitas Sydney mengemukakan terjadinya pergeseran budaya minum minuman beralkohol.
"Menurut saya, ini sangat menarik. Saya pikir kita melewati titik penting atau sulit dan beberapa perubahan signifikan dalam konsumsi minuman beralkohol sedang terjadi, khususnya di kalangan anak muda. Sekitar satu dekade atau 15 tahun yang lalu suatu peningkatan besar terjadi terkait pesta dengan minuman keras dan bahaya terkait alkohol lainnya pada sejumlah penduduk berusia muda, khususnya pada kalangan berusia di bawah 25 tahun, benar-benar masalh besar. Dalam dekade terakhir pesta mabuk-mabukan kian berkurang secara drastis, benar-benar mengurangi resiko terkait minuman keras di antara orang muda. Sayangnya, orang-orang seusia saya, sebagian besar terus berperilaku sama dengan alkohol,” ungkap Hickie.
Rasa bir Australia berubah, salah satu pembuat bir Small Craft mengungkapkan bir terbuat dari racikan asli setempat menjadi lebih populer karena para peminatnya memilih kualitas daripada kuantitas.
Kerrie Abba, salah seorang pemilik Nomad Brewing Company di Sydney mengamati suatu pendekatan yang lebih matang terkait konsumsi alkohol tersebut.
"Apa yang kita lihat adalah orang-orang minum lebih sedikit tapi kualitas minumannya lebih baik. Jadi, daripada menghabiskan 30 dolar ke bar dan katakanlah saya ingin beli bir sebanyak mungkin karena saya mampu, mereka itu sebenarnya mengatakan saya ingin mendapat pengalaman terbaik yang saya bisa dapatkan. Jadi, saya masuk ke dalam dan mungkin hanya minum dua bir dari sini, tapi saya mendapat pengalaman, merasakan sesuatu, mendengar suatu cerita, daripada hanya menghabiskan waktu dengan minum bir saja tanpa mendapatkan pengalamannya,” ujar Abba.
Minum bir menjadi kegemaran bagi banyak orang Australia, terutama pada hari ketika acara olahraga nasional berlangsung. Alkohol tersedia secara luas dan relatif murah. Untuk sebagian besar warga, itu hanya untuk bersenang-senang, memperlancar interaksi di antara mereka sambil bersantai, tapi bagi sebagian orang alkohol memiliki sisi gelap.
Jessica Khachan memiliki kebiasaan mabuk minuman keras selama lima tahun. Ibu asal Sydney itu mengungkapkan kecanduannya pada alkohol sangat buruk sehingga berpikir dia akan mati. Jessica Kachan menjelaskan:
"Saya butuh minum alkohol hanya untuk menenangkan saya, menambah rasa percaya diri, bisa bangun tidur tanpa masalah dan lain sebagainya. Saya dapat beraktivitas sebagai pecandu alkohol, saya kira, dalam jangka waktu yang cukup lama tapi kecanduan minum alkohol yang terus berlangsung itu sangat menyengsarakan saya. Jadi, justru pihak keluarga-lah yang menyadari ada suatu yang ganjil terjadi di sini," tutur Khachan.
Alkohol merupakan candu paling mematikan di Australia yang membunuh lebih banyak orang tiap tahun dibanding semua obat terlarang lainnya secara keseluruhan. Bagi beberapa orang, itu adalah hal yang sulit diatasi
Pemerintah Australia merekomendasikan agar warga tidak munum lebih dari dua unit minuman standar per hari. Sebotol anggur umumnya berisi sekitar tujuh unit. Tampaknya permintaan tidak berlebihan itu bisa dilaksanakan. (mg/lt)