Junta Myanmar, Rabu (31/7) memperpanjang keadaan darurat selama enam bulan, menunda pemungutan suara baru sekali lagi. Pemilu itu telah dijanjikan untuk diadakan, ketika junta itu berjuang melawan oposisi terhadap kudetanya.
Negara di Asia Tenggara ini dalam kekacauan, sejak kudeta pada Februari 2021 yang mengakhiri eksperimen demokrasi selama 10 tahun dan memicu protes massal serta tindakan keras terhadap para pembangkang. Tiga setengah tahun kemudian, junta masih bergulat untuk menghancurkan oposisi bersenjata yang meluas.
Junta mengalami sejumlah kekalahan besar baru-baru ini terhadap aliansi kelompok-kelompok bersenjata etnis minoritas. Junta tidak bisa menyelenggarakan pemilu baru sesuai rencana, menyusul keadaan darurat selama dua tahun "akibat aksi teroris" yang dilaku-kan oleh lawan-lawannya, demikian laporan stasiun televisi MRTV.
Seluruh anggota Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional yang terdiridari junta “dengan suara bulat memutuskan untuk memperpanjang masa keadaan darurat selama enam bulan lagi,” kata MRTV.
Ketua Junta, Min Aung Hlaing mengusulkan perpanjangan itu, guna"menyiapkan surat suara yang sah dan akurat" untuk pemilu yang dijanjikan akan diadakan oleh junta itu, mungkin pada tahun 2025.
Perpanjangan itu juga diperlukan untuk “melaksanakan sensus penduduk dan untuk melanjutkan pekerjaan yang harus dilakukan,” kata MRTV. Berdasarkan konstitusi tahun 2008 yang dirancang militer, yang menurut junta masih berlaku, pihak berwenang diharuskan mengadakan pemilu baru dalam waktu enam bulan setelah keadaan darurat dicabut.
Kekalahan di medan perang Militer merebut kekuasaan setelah melontarkan tuduhan yang tidak mendasar, atas kecurangan pemilu tahun 2020 yang dimenangkan mutlak oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi.
Myanmar beberapa kali memperpanjang keadaan darurat, sejak negara itu memerangi kelompok bersenjata etnis minoritas dan kelompok baru“Pasukan Pertahanan Rakyat” yang pro-demokrasi.
Dalam beberapa bulan terakhir, negara ini menderita sejumlah kekalahan di medan perang melawan aliansi kelompok etnis minoritas bersenjata di utara dan barat negara itu. Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar, MNDAA, pekan lalu mengaku merebut kota Lashio di utara, yang terletak di jalan besar jalur perdagangan penting ke China dan merupakan markas komando militer di timur laut. [ps/lt]