Sekitar 48 persen dari 365 perusahaan asing yang menjawab survei tahunan Kamar Dagang AS mengatakan prihatin kualitas udara yang buruk membuat para eksekutif mereka pergi.
BEIJING —
Kabut asap di China membuat para perusahaan asing semakin sulit meyakinkan para eksekutif papan atas mereka untuk bekerja di negara tersebut, menurut Kamar Dagang AS di Beijing, Rabu (19/3).
Sekitar 48 persen dari 365 perusahaan asing yang menjawab survei tahunan lembaga tersebut, yang mencakup perusahaan-perusahaan di kota-kota utara China, mengatakan keprihatinan akan kualitas udara telah membuat para eksekutif senior pergi.
Polusi merupakan "sebuah hambatan dalam mempekerjakan dan mempertahankan eksekutif senior," menurut laporan tersebut. Data 2014 tersebut merupakan lonjakan dari angka pada 2010 yaitu 19 persen perusahaan asing yang mengatakan kabut asap merupakan masalah bagi rekrutmen.
Namun, perlambatan ekonomi China tetap menjadi risiko utama perusahaan, menurut laporan tersebut.
Para eksekutif asing terus mengeluh mengenai polusi di China dan dampak kesehatannya. Sejumlah eksekutif papan atas telah meninggalkan China dalam beberapa tahun terakhir, menyebut polusi sebagai alasan utama kepergian mereka.
Hampir semua kota di China yang mengawasi polusi tahun lalu gagal memenuhi standar negara, namun bagian utara negara tersebut paling menderita karena merupakan lokasi produksi batu bara, baja dan semen. Wilayah ini juga jauh lebih dingin, bergantung dari pemanas batu bara industri untuk menyediakan pemanasan dalam musim dingin yang panjang.
China pada Minggu bertekad membuat 60 persen kota-kotanya memenuhi standar polusi nasional pada 2020.
Lulu Zhou, wakil direktur di badan tenaga kerja Robert Walters China, mengatakan beberapa eksekutif asing menggunakan polusi untuk menegosiasikan gaji yang lebih tinggi.
Perusahaan elektronik Jepang, Panasonic Corp. telah memberitahukan serikat-serikatnya bahwa perusahaan akan mengevaluasi uang bonus karyawan ekspatriat di China karena kualitas udara.
Sebuah perusahaan insuransi milik pemerintah China mengatakan akan menawarkan asuransi yang mencakup risko kesehatan akibat polusi udara.
Indeks kualitas udara resmi Beijing (AQI), yang mengukur polutan yang terkandung di udara termasuk partikel-partikel dan sulfur dioksida, seringkali melampaui angka 300, atau batas berbahaya, dan terkadang lebih tinggi daripada 500. (Reuters)
Sekitar 48 persen dari 365 perusahaan asing yang menjawab survei tahunan lembaga tersebut, yang mencakup perusahaan-perusahaan di kota-kota utara China, mengatakan keprihatinan akan kualitas udara telah membuat para eksekutif senior pergi.
Polusi merupakan "sebuah hambatan dalam mempekerjakan dan mempertahankan eksekutif senior," menurut laporan tersebut. Data 2014 tersebut merupakan lonjakan dari angka pada 2010 yaitu 19 persen perusahaan asing yang mengatakan kabut asap merupakan masalah bagi rekrutmen.
Namun, perlambatan ekonomi China tetap menjadi risiko utama perusahaan, menurut laporan tersebut.
Para eksekutif asing terus mengeluh mengenai polusi di China dan dampak kesehatannya. Sejumlah eksekutif papan atas telah meninggalkan China dalam beberapa tahun terakhir, menyebut polusi sebagai alasan utama kepergian mereka.
Hampir semua kota di China yang mengawasi polusi tahun lalu gagal memenuhi standar negara, namun bagian utara negara tersebut paling menderita karena merupakan lokasi produksi batu bara, baja dan semen. Wilayah ini juga jauh lebih dingin, bergantung dari pemanas batu bara industri untuk menyediakan pemanasan dalam musim dingin yang panjang.
China pada Minggu bertekad membuat 60 persen kota-kotanya memenuhi standar polusi nasional pada 2020.
Lulu Zhou, wakil direktur di badan tenaga kerja Robert Walters China, mengatakan beberapa eksekutif asing menggunakan polusi untuk menegosiasikan gaji yang lebih tinggi.
Perusahaan elektronik Jepang, Panasonic Corp. telah memberitahukan serikat-serikatnya bahwa perusahaan akan mengevaluasi uang bonus karyawan ekspatriat di China karena kualitas udara.
Sebuah perusahaan insuransi milik pemerintah China mengatakan akan menawarkan asuransi yang mencakup risko kesehatan akibat polusi udara.
Indeks kualitas udara resmi Beijing (AQI), yang mengukur polutan yang terkandung di udara termasuk partikel-partikel dan sulfur dioksida, seringkali melampaui angka 300, atau batas berbahaya, dan terkadang lebih tinggi daripada 500. (Reuters)