Kamala Harris, calon wakil presiden dari kandidat capres Partai Demokrat Joe Biden, mempertaruhkan kariernya sebagai jaksa penuntut negara bagian California, jaksa agung dan senator untuk meraih posisi puncak dalam karirnya, yaitu orang kedua yang berkuasa di negara itu.
Harris adalah perempuan Afrika-Amerika dan orang Amerika keturunan Asia pertama yang menjadi calon wakil presiden dari partai besar. Dalam Konvensi Nasional Demokrat yang digelar Agustus, Harris mengatakan bahwa dia dan Biden berbagi “visi bangsa kita sebagai komunitas yang dicintai - di mana semua diterima, tidak peduli seperti apa penampilan kita, dari mana kita berasal, atau siapa yang kita cintai."
BACA JUGA: Kandidat Wapres Pence dan Harris Saling Kecam Soal Virus CoronaPasangan Biden-Harris dibentuk, meskipun ada perbedaan tajam antara keduanya, saat musim pemilihan utama presiden partai Demokrat. Saat itu, mereka memperdebatkan hubungan ras dan catatan hak sipil Biden sebagai senator AS dari Delaware. Ketika menerima pencalonan wakil presiden dari partainya setelah mengakhiri kampanye kepresidenannya sendiri, Harris meminta warga Amerika untuk bergabung dengannya dalam memerangi rasisme dan xenofobia.
“Tidak ada vaksin untuk rasisme. Kita harus melakukan pekerjaan itu, "katanya. Xenofobia adalah rasa ketakutan atau was-was terhadap orang-orang yang berasal dari negera lain.
Namun, kampanye kepresidenan berikutnya terbukti keras untuk seorang perempuan kulit hitam yang berusaha membuat sejarah politik pada, Selasa (3/11). Presiden Donald Trump menyebut Harris sebagai "monster ini" dalam sebuah wawancara di awal Oktober, pagi hari setelah Harris dan Wakil Presiden Partai Republik Mike Pence tampil pada acara debat yang disiarkan televisi secara nasional.
Harris menolak untuk menanggapi. Dia hanya berkomentar singkat bahwa komentar Trump "kekanak-kanakan.” Namun, kondisi merupakan merupakan gambaran dari hambatan rasial dan gender yang harus dia hadapi sepanjang karier politiknya, menurut sekutu dan kelompok advokasi minoritasnya. Biden menjawab, menyebut komentar Trump "tercela" dan "sangat tidak mencerminkan jabatan kepresidenan."
Harris memperkenalkan dirinya di Konvensi Demokrat sebagai putri pasangan imigran India dan Jamaika. Dia berjanji bekerja untuk membuat Amerika lebih inklusif setelah empat tahun pemerintahan Trump, yang dia gambarkan membuat negara itu lebih terpecah.
Sejak akhir musim panas, Harris menghabiskan waktunya berkeliling negeri untuk berkampanye bagi Biden dalam upaya mereka untuk menggeser Trump dan Pence. Pada perhentian kampanye di Reno, Nevada, pada akhir Oktober, dia mendesak orang-orang untuk memilih dan "memperjuangkan janji Amerika."
Panggung Debat
Harris tidak selalu berpandangan sama dengan mantan wakil presiden Biden. Sebelum menjadi pasangan Biden, Harris juga mengincar nominasi presiden dari Partai Demokrat.
Salah satu momen paling dramatis dari kontestasi pencalonan terjadi di panggung debat pada Juni 2019. Ketika Harris terang-terangan menantang Biden, salah satu pemimpin senior partai, tentang pandangannya mengenai hubungan ras Amerika yang sering bermasalah. Juga tentang pekerjaan Biden sebelumnya di Senat AS dengan anggota parlemen yang memiliki masa lalu segregasi atau pemisahan ras.
Serangan itu cukup membuat Biden kaget. Biden berkilah bahwa dia hanya menentang pemaksaan kebijakan pencampuran siswa antar ras yang diamanatkan pemerintah federal. Hal itu terjadi meskipun dia sendiri sering bekerja sebagai senator pada 1970-an dan 1980-an untuk menentang kebijakan pemindahan pelajar ke sekolah-sekolah yang tidak dipisahkan berdasarkan ras atau school busing.
Biden kemudian meminta maaf atas komentarnya tentang hubungan kerjanya dengan anggota parlemen Selatan dengan sejarah kesetaraan rasial yang dipertanyakan.
Busing adalah kebijakan yang mewajibkan siswa/pelajar dari kelompok minoritas untuk sekolah di sekolah yang mayoritas pelajarnya berkulit putih.
BACA JUGA: Rasisme dan Seksisme dalam Pilpres ASSekarang, permusuhan apa pun yang mungkin timbul lebih dari setahun yang lalu di panggung debat telah menghilang. Setelah pencarian panjang untuk calon wakil presiden, Biden memilih Harris yang berusia 56 tahun, kurang dari tiga bulan sebelum pemilihan nasional pada 3 November.
Mendobrak Hambatan
Keputusan Biden untuk memilih Harris menorehkan sejarah. Harris adalah perempuan keempat yang berada di bursa pencalonan nasional partai besar, tapi menjadi perempuan Afrika-Amerika pertama dan Asia-Amerika pertama.
Tiga perempuan yang sebelumnya termasuk dalam partai politik nasional AS - dua calon wakil presiden dan calon presiden dari Partai Demokrat Hillary Clinton pada 2016 - semuanya kalah. Jika pencalonan Biden-Harris menang, Harris akan menjadi pejabat perempuan AS pertama yang menduduki jabatan paling tinggi dalam sejarah 244 tahun negara itu.
Analis politik AS berasumsi Biden, yang akan berusia 78 tahun jika dia menang dan dilantik pada Januari 2021, mungkin hanya menjalani masa jabatan empat tahun. Hal ini akan menjadikan Harris sebagai calon presiden unggulan Demokrat pada 2024.
Pertemuan Harris di panggung debat 2019 dengan Biden mungkin merupakan titik tertinggi dalam nominasinya untuk pencalonan presiden dari Partai Demokrat. Segera setelah itu, posisinya dalam survei politik nasional naik tipis di antara kandidat.
Namun, dia tidak bisa mempertahankan momentum. Ditambah lagi dengan kekurangan dana untuk melanjutkan kampanye, Harris mengundurkan diri dari kontestasi pada Desember 2019. Mundurnya Harris terjadi lebih dari sebulan sebelum kontes nominasi pertama di Iowa pada awal 2020.
Pandangan Politik
Harris mengusung pandangan kiri-tengah dalam mempromosikan akses ke perawatan kesehatan di AS, melarang penggunaan senjata serbu, memberikan jalan menuju bagi imigran yang tidak memliki dokumen untuk memperoleh kewarganegaraan, dan memastikan kesetaraan tempat kerja bagi perempuan dan kaum gay.
Namun, sayap progresif Partai Demokrat AS mempertanyakan latar belakangnya sebagai jaksa penuntut yang tangguh di San Francisco dan kemudian sebagai jaksa agung California sebelum memenangkan kursi Senat pada 2016.
Pada satu titik, dia menyatakan, "Jika Anda membawa senjata ilegal di kota San Francisco dan koper Anda dibawa ke kantor saya, Anda akan menghabiskan waktu di penjara. Titik." Di lain waktu, dia berkata, "Tidaklah progresif untuk bersikap lunak terhadap kejahatan."
Namun bagi beberapa orang, sosok Harris menggambarkan kontradiksi politik. Dia mengatakan tidak akan menjatuhi hukuman mati untuk kejahatan di California, tapi di sisi lain membela hukuman mati yang diberlakukan oleh negara bagian ketika undang-undang itu ditentang.
Meski begitu, Harris telah membawa energi politik baru untuk pencalonan Biden sebagai presiden, yang ketiga dalam rentang tiga dekade, tetapi pertama kali sebagai calon dari partai.
Menghadapi Kekuasaan
Sebagai anggota Komite Kehakiman Senat, Harris sering berselisih pandang dengan pejabat administrasi Trump dan mendapat perhatian media terkait pertanyaan tajamnya dari dua calon Mahkamah Agung konservatif presiden, Neil Gorsuch dan Brett Kavanaugh.
Selama sidang Oktober untuk calon Mahkamah Agung konservatif ketiga, Amy Coney Barrett, Harris tampak lebih menahan diri saat menanyai Barrett. Pasalnya, dia hadir sebagai senator dan calon wakil presiden.
Harris tidak memberikan suara ketiga calon konservatif, seperti yang dilakukan oleh sebagian besar politisi Partai Demokrat, meskipun ketiganya dikukuhkan oleh Senat untuk penunjukan seumur hidup ke pengadilan tertinggi negara itu.
Harris telah menggarap sejumlah legislasi bipartisan politik dengan Partai Republik. Senator Republik Lindsey Graham dari South Carolina, seorang pendukung Trump, berkata tentang Harris: "Dia keras kepala. Dia pintar. Dia tangguh."
BACA JUGA: Perbandingan Calon Wapres Pence dan HarrisHarris mengatakan dia memiliki batasan ketika mengejar undang-undang yang didasarkan pada ideologi, mengatakan kepada New York Times setahun yang lalu: "Kebijakan harus relevan. Itu prinsip panduan saya: Apakah itu relevan? Bukan, 'Apakah itu soneta yang indah?'"
Harris dan Biden pertama kali mengenal satu sama lain beberapa tahun lalu. Harris bekerja erat dengan putra Biden, Beau Biden, untuk menangani sejumlah issues ketika Biden dan Harris muda menjabat sebagai jaksa agung negara bagian. Beau Biden meninggal karena kanker otak pada usia 46 pada Mei 2015.
Harris mengatakan dia merasa terhormat untuk bergabung dengan senior Biden di pencalonan Partai Demokrat. Ia mencuit di Twitter, "Joe Biden dapat mempersatukan rakyat Amerika karena dia menghabiskan hidupnya berjuang untuk kita." [ah/ft]