Seorang anak perempuan berusia dua tahun adalah orang kedua di Kamboja yang meninggal karena flu burung pada pekan ini, atau orang ketiga pada tahun ini, demikian diumumkan Kementerian Kesehatan negara tersebut, Selasa (10/10).
Uji laboratorium mengkonfirmasi bahwa anak yang tinggal di provinsi Prey Veng tersebut, meninggal hari Senin karena flu burung H5N1, kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan.
Kementerian tersebut mengumumkan pada hari Minggu bahwa seorang pria berusia 50 tahun di provinsi tetangga Svay Rieng juga meninggal karena flu burung. Pada bulan Februari, seorang anak perempuan berusia 11 tahun menjadi korban meninggal akibat flu burung pertama di negara tersebut sejak tahun 2014. Ayahnya juga ditemukan tertular namun selamat.
Menurut penghitungan global yang dilakukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dari Januari 2003 hingga Juli 2023, terdapat 878 kasus infeksi flu burung H5N1 pada manusia yang dilaporkan dari 23 negara, 458 di antaranya berakibat fatal. Kamboja telah mencatat 58 kasus sejak tahun 2003 dimana manusia tertular flu burung.
“Sejak tahun 2003, virus ini telah menyebar pada populasi burung dari Asia ke Eropa dan Afrika, dan ke Amerika pada tahun 2021, dan telah menjadi endemik pada populasi unggas di banyak negara,” kata WHO dalam situsnya. “Wabah ini telah mengakibatkan jutaan infeksi pada unggas, beberapa ratus kasus pada manusia, dan banyak kematian pada manusia. Kasus pada manusia sebagian besar dilaporkan dari negara-negara di Asia, tetapi juga dari negara-negara di Afrika, Amerika, dan Eropa.”
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat bulan lalu mengatakan bahwa wabah flu burung meningkat secara global, dengan lebih dari 21.000 wabah di seluruh dunia antara tahun 2013 dan 2022. Flu burung jarang menginfeksi manusia.
Para ilmuwan khawatir bahwa meningkatnya kasus H5N1, khususnya pada hewan yang sering melakukan kontak dengan manusia, dapat menyebabkan versi penyakit yang bermutasi dan dapat menyebar dengan mudah antar manusia, sehingga memicu pandemi lain.
Chhuon Srey Mao, ibu berusia 22 tahun dari anak perempuan yang meninggal tersebut, mengatakan kepada Associated Press melalui telepon dari desa Chhmar Lort bahwa putrinya jatuh sakit pada 1 Oktober dengan gejala batuk, suhu tinggi dan muntah. Gadis tersebut mendapat perawatan dari dokter setempat selama lima hari, namun pada 5 Oktober dikirim ke ibu kota Phnom Penh untuk mendapatkan perawatan lanjutan ketika kondisinya memburuk. Ia meninggal di rumah sakit anak-anak.
Sang ibu mengatakan bahwa sejak akhir September, beberapa ekor ayam di desanya, termasuk empat ekor ayam miliknya, telah mati. Ia menambahkan, ia membuang ayam-ayam yang mati tersebut, bukan memasaknya untuk dimakan. Orang-orang tertular virus ini baik dari unggas peliharaan maupun dari unggas liar seperti bebek.
“Saya tidak tahu mengapa putri saya tertular flu burung karena ia tidak pernah menyentuh atau memakan ayam yang mati,” kata Chhuon Srey Mao. “Tetapi saya berasumsi bahwa ia mungkin tertular virus ketika dia bermain di halaman, di tempat ayam-ayam tadi biasanya berada.”
Ia mengatakan lima anggota keluarganya yang masih hidup dalam keadaan sehat, namun ia mengkhawatirkan mereka. Sejumlah petugas kesehatan telah mengunjungi desanya untuk menyebarkan semprotan pembunuh virus ke rumahnya dan rumah-rumah lain, dan menyarankan semua penduduk desa untuk melapor jika mereka sakit. [ab/uh]