Ketika para penduduk kamp pengungsi Al-Maghazi di Gaza kembali ke rumah penampungan pada Senin (25/12), mereka hanya menemukan balok-balok beton berserakan di tempat rumah mereka berdiri sehari yang lalu.
“Rumah-rumah ini hancur. Rumah kami dibom,” kata warga kamp Abu Rami Abu al-Ais di tengah puing-puing.
“Tidak ada tempat yang aman di Jalur Gaza.”
Pada Minggu (24/12) malam, tiga rumah di kamp tersebut terkena serangan udara Israel yang menewaskan sedikitnya 70 orang, menurut kementerian kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas. AFP tidak dapat memverifikasi informasi tersebut secara independen.
Israel mengatakan pihaknya mengeluarkan perintah dan peringatan evakuasi sehingga warga sipil bisa menyelamatkan diri sebelum pihaknya melancarkan aktivitas militer. Namun Zeyad Awad mengatakan tidak ada peringatan sebelum serangan tersebut terjadi.
"Apa yang harus kami lakukan? Kami adalah warga sipil, hidup damai dan hanya menginginkan keselamatan dan keamanan," ujarnya.
“Namun kami tiba-tiba diserang oleh pesawat tempur Israel tanpa peringatan apa pun.”
Militer Israel mengatakan pihaknya sedang “mengevaluasi insiden tersebut.”
“Meskipun ada tantangan yang ditimbulkan oleh teroris Hamas yang beroperasi di wilayah sipil di Gaza, IDF (militer) berkomitmen terhadap hukum internasional termasuk mengambil langkah-langkah yang layak untuk meminimalkan kerugian terhadap warga sipil,” katanya kepada AFP.
Sebagian besar Jalur Gaza telah hancur akibat pengeboman Israel selama lebih dari dua bulan perang.
BACA JUGA: Musim Dingin Tiba di Deir al-Balah, Gaza, Anak-anak Tak Punya Jaket dan SepatuKonflik tersebut dipicu oleh serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh kelompok bersenjata Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober. Mereka menewaskan sekitar 1.140 orang, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka resmi terbaru Israel.
Para militan juga menyandera sekitar 250 orang, kata Israel.
Sebagai tanggapan, Israel melancarkan serangan balasan tanpa henti melalui darat, laut, dan udara di Jalur Gaza, bersamaan dengan invasi darat yang bertujuan menghancurkan Hamas.
Serangan tersebut telah menewaskan sedikitnya 20.670 orang, kebanyakan dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
"Mereka Mengejar Kita"
Pada Senin (25/12), warga kamp yang kembali terkejut melihat skala kehancuran, beberapa di antaranya menggambarkan betapa paniknya anak-anak mereka ketika ledakan terjadi.
“Tentara Israel tidak memberi ampun warga sipil… Mereka menyebabkan kehancuran yang sangat besar dan kepanikan di hati anak-anak saya,” kata Awad.
"Anak saya berkata kepada saya, 'Lindungi saya. Apa yang terjadi? Saya tidak bisa bernapas.'"
Rekaman AFP menunjukkan beberapa warga berjalan melewati puing-puing, memeriksa kerusakan yang disebabkan oleh serangan pada malam hari. Beberapa berpelukan dan menangis.
Beberapa kendaraan hangus terlihat berserakan di jalan, sementara anak-anak mengais reruntuhan untuk menemukan buku mereka.
Kamp Al-Maghazi adalah salah satu dari beberapa kamp di Gaza dan didirikan pada 1949, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Keberadaannya untuk menampung para pengungsi yang melarikan diri dari permusuhan pada saat pembentukan Israel tahun sebelumnya.
Banyak orang yang melarikan diri dari kamp Al-Maghazi setelah serangan pada Minggu kini melakukannya lagi, setelah sebelumnya berhasil melarikan diri dari serangan di utara Gaza.
Salah satunya adalah Rawan Manasra yang berasal dari Beit Hanun. Serangan di kamp menghancurkan keluarganya, katanya.
"Mereka (tentara Israel) membunuh lima saudara laki-laki saya. Saya tidak lagi mempunyai saudara laki-laki. Mereka membunuh mereka bersama anak-anak dan istri mereka," kata Manasra kepada AFP.
BACA JUGA: Kemenkes Hamas: Israel Bombardir Kamp Al-Maghazi di Gaza, Lebih dari 30 Tewas"Setiap hari ada serangan... Mereka menyuruh kami bergerak dari utara ke selatan, lalu mereka mengejar dan menyerang kami."
Belasan orang yang terluka akibat serangan pada Minggu dibawa ke Rumah Sakit Deir al-Balah di Gaza tengah, salah satu dari sedikit rumah sakit yang masih berfungsi meski hanya sebagian. Beberapa korban di antaranya ditandu sementara para relawan menggendong yang lain.
“Ini adalah pembantaian,” kata juru bicara Kementerian Kesehatan Ashraf al-Qudra.
BACA JUGA: Perang Israel-Hamas Meningkat ke Ancaman-Ancaman di Luar Konflik“Puluhan orang yang terluka menjadi martir karena ketidakmampuan untuk segera mengobati mereka,” tambahnya.
Serangan Israel di Gaza telah berulang kali menghantam rumah sakit, yang dilindungi undang-undang kemanusiaan internasional. Kalangan staf medis merasa semakin putus asa akibat ketidakmampuan mereka merawat orang.
Militer Israel menuduh Hamas memiliki terowongan di bawah rumah sakit dan menggunakan fasilitas medis sebagai pusat komando, tuduhan yang dibantah oleh kelompok Islam tersebut. [ah/ft]