Kampus UPI Pilih Ketua BEM Perempuan Pertama

  • Rio Tuasikal

Fatiha Khoirotunnisa Elfahmi menjadi perempuan pertama yang terpilih sebagai presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). (VOA/Rio Tuasikal)

Fatiha Khoirotunnisa Elfahmi menjadi perempuan pertama yang terpilih sebagai presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Langkahnya jadi terobosan di tengah kultur kampus yang sangat maskulin.

Bagi Fatiha Elfahmi, aktif di organisasi sudah menjadi minatnya sejak bangku sekolah. Terhitung, sudah belasan organisasi dari OSIS sampai Rohis, yang pernah ia geluti.

Karena itu tak heran, ketika dia berkuliah di UPI, dia bergabung dengan UKM dan BEM. Tahun ketiga jadi mahasiswa, dia pun maju sebagai calon presiden BEM, menjadikannya kandidat perempuan pertama selama 70 tahun kampus pendidikan itu berdiri.

“Ini sebuah challenge untuk saya. Emang ini ngetes aja. Apakah memang UPI ini yang diadu ini gagasan, visi-misi, track record, prestasi, atau memang bias karena gender?,” ujarnya ketika ditemui di Bandung.

Dalam pemilu presiden mahasiswa tahun ini, UPI memiliki empat pasang calon yang didominasi laki-laki. Hanya Elfa, sapaan akrabnya, yang perempuan. Mahasiswi jurusan Pendidikan Guru PAUD ini menggaet Suprayetno, mahasiswa jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi, sebagai calon wakilnya.

Kandidat Perempuan Diterpa Kampanye Hitam

Namun perjalanannya tak semulus yang dibayangkan. Fatiha menghadapi kampanye hitam yang menyudutkan statusnya sebagai perempuan.

Sebuah video ustadz yang melarang kepemimpinan perempuan tersebar di kalangan mahasiswa.

Selain itu, muncul postingan yang mendiskreditkan kepemimpinan perempuan dari akun @info_upi, demikian dilaporkan Lembaga Pers Mahasiswa UPI, Isola Pos.

“Jaman perempuan jadi presiden aja banyak aset yang dijual. Kalo kejadian lagi gimana? Mau jual idealisme mahasiswa?,” demikian unggahan akun tersebut. Akun tersebut kemudian menghapus unggahan itu dan mengatakan akunnya diretas.

Elfa sendiri meminta tim suksesnya tidak melawan. Sebab, dia tidak mau pemilih ‘memiliki rasa iba’ untuk memilihnya.

“Kita tahan meskipun dari timses saya udah geram banget. Karena mungkin permainan politiknya seperti apa. Tapi ya sangat disayangkan yang diangkat adalah sebuah kodrat yang tidak bisa diubah dari lahir,” ujar Elfa.

Meski diterpa kampanye hitam, pasangan Elfa dan Yetno tetap unggul dalam pemungutan suara yang digelar awal Maret ini.

Dalam rekapitulasi resmi Senin (9/3), pasangan nomor urut 1 ini mendapatkan 35,95 persen suara. (Instagram: @kpurema_upi)

Dalam rekapitulasi resmi Senin (9/3), pasangan nomor urut 1 ini mendapatkan 35,95 persen suara. Angka itu jauh unggul dari nomor urut 2 (28,5 persen), nomor urut 3 (17,15 persen), dan nomor urut 4 (14,52 persen). Meski begitu, hasil perhitungan ini masih dapat digugat.

UPI Dinilai ‘Sangat Maskulin’

Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UPI, Hani Yulindrasari, mengatakan kemenangan Elfa menjadi terobosan di kampus yang sangat maskulin. Apalagi, ujarnya, Elfa datang dari jurusan PAUD yang dianggap sangat feminin.

Dosen Psikologi Gender ini mengatakan, kultur maskulin UPI terlihat dari pos-pos pimpinan, baik di level universitas dan fakultas, yang hampir semuanya laki-laki.

“Ini karena program dia bagus dan dia bisa mengalahkan yang laki-laki. Dan ternyata mahasiswa UPI, para pemilih, sudah cerdas juga. Dia bisa melihat mana yang bagus mana yang tidak,” kata Hani ketika dihubungi.

Hani, yang sudah mengajar selama 18 tahun di universitas tersebut, menilai civitas akademika UPI sebetulnya banyak yang moderat.

“Menunjukkan bahwa UPI itu nggak konservatif loh sebenarnya. Di lapangan di bawah itu mahasiswa-mahasiswanya sudah mulai bosan dengan retorika konservatif,” ujarnya lagi.

Hani mendorong diskusi-diskusi Islam moderat dan pluralisme semakin sering dilaksanakan untuk membuka pemikiran para mahasiswa.

Hal ini menurutnya penting karena UPI, yang memiliki 32.000 mahasiswa, terbanyak di antara semua kampus pendidikan akan mencetak para pendidik.

Elfa Usung Isu Pendidikan dan Kekerasan Seksual

Elfa sendiri mengatakan siap menghadapi gugatan, jika ada. Jika nanti dilantik, dia ingin mahasiswa UPI aktif mengawal isu pendidikan di Indonesia.

“Ketika ada (program) Kampus Merdeka, Merdeka Belajar, terus bagaimana kesejahteraan guru, bagaimana kondisi pemerataan fasilitas sekolah di Jawa Barat,” ujar dia.

Di samping itu, dia ingin mendorong kampus yang bersih dari kekerasan atau pelecehan seksual.

“Harus ada regulasi yang ketika ada perilaku A sanksinya apa, perilaku B sanksinya apa. Karena sampai saat ini, dosen cabul masih berkeliaran di mana-mana,” tutupnya. [rt/ab]