Pemerintah Kanada mengatakan permintaan maaf Paus Fransiskus kepada masyarakat pribumi atas kekerasan yang mereka alami selama berada di sekolah-sekolah yang dikelola gereja Katolik di negara itu, tidaklah cukup. Pemerintah menekankan bahwa proses rekonsiliasi terkait dengan sejarah kelam tersebut masih terus berjalan.
Reaksi resmi pemerintah muncul ketika Paus tiba di Kota Quebec, pada Rabu (27/7), untuk melaksanakan pertemuan dengan Perdana Menteri Justin Trudeau dan Gubernur Jenderal Mary Simon di kediamannya di Quebec.
BACA JUGA: Paus Selesaikan Bagian Pertama Lawatan ke KanadaKritik pemerintah Kanada sejalan dengan komentar dari para penyintas yang khawatir karena Paus tidak menyebut secara spesifik pelecehan seksual yang dialami oleh sejumlah anak-anak pribumi di sekolah-sekolah, serta penolakannya untuk menyebut Gereja Katolik sebagai lembaga yang memikul tanggung jawab dalam tragedi tersebut.
Fransiskus mengatakan ia sedang dalam “ziarah pertobatan” untuk menebus peran gereja dalam sistem sekolah, di mana beberapa generasi anak-anak pribumi dipindahkan secara paksa dari rumah mereka untuk menjalani pendidikan di sekolah asrama yang dikelola gereja, yang didanai pemerintah untuk mengasimilasi mereka ke dalam masyarakat Kristen Kanada.
Pemerintah Kanada mengatakan, pelecehan secara fisik dan seksual merajalela di sekolah-sekolah tersebut, di mana siswa dipukuli karena berbicara bahasa ibu mereka.
Fransiskus, pada Senin (25/7), meminta maaf atas "kejahatan" anggota gereja yang bekerja di sekolah-sekolah tersebut dan akibat dari “bencana'' sistem sekolah terhadap keluarga Pribumi.
Dalam pidatonya di hadapan otoritas pemerintah pada Rabu, Paus kembali meminta maaf dan menyebut sistem sekolah tersebut sebagai sesuatu yang "tercela."
Fransiskus juga mencatat bahwa sistem sekolah itu "dipromosikan oleh pemerintah yang berwenang pada masa itu'' sebagai bagian dari kebijakan asimilasi dan pemberian hak. Ia menambahkan “lembaga-lembaga Katolik lokal juga memiliki peran” dalam menjalankan kebijakan tersebut. [ps/jm]