Kandidat calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik Ron DeSantis berjanji akan mengakhiri hak kewarganegaraan berdasarkan kelahiran (birthright citizenship), menyelesaikan pembangunan tembok perbatasan di selatan AS, dan mengirim pasukan AS ke Meksiko untuk memerangi kartel narkoba. Itu semua ia sampaikan, pada hari Senin (26/6), di Texas – negara bagian yang berbatasan dengan Meksiko – dalam proposal kebijakan imigrasinya yang agresif namun sudah sering didengar sebelumnya.
“Jadi, sejak awal [kita] perlu menghapus insentif [yang membuat imigran] datang secara ilegal. Itu berarti lapangan kerja, tunjangan yang didanai oleh uang pajak, juga gagasan bahwa Anda boleh menyeberangi perbatasan, lalu dua hari kemudian melahirkan, dan entah bagaimana anak itu berkewarganegaraan Amerika. Itu bukan pemahaman asli dari Amandemen ke-14,” ungkap DeSantis. Amandemen ke-14 Konsitusi AS memberi orang yang “lahir atau dinaturalisasi di Amerika Serikat” kewarganegaraan AS.
“Kita akan mengambil tindakan untuk menegakkan klarifikasi masalah itu. Saya rasa merupakan sebuah kekeliruan bagi orang-orang untuk menggunakan negara kita untuk keperluan seperti wisata melahirkan.”
Proposalnya yang ekstensif itu merupakan rencana kebijakan pertama yang ia sampaikan sebagai kandidat capres. Proposal itu mengandung sederet harapan Partai Republik dalam isu keimigrasian, yang sebagian besarnya mencerminkan kebijakan mantan Presiden Donald Trump.
Kebanyakan proposalnya menghadapi rintangan besar, berupa pembatalan preseden hukum, persetujuan negara lain, bahkan amandemen Konstitusi AS.
Meski demikian, gubernur Florida itu tetap menunjukkan kepercayaan dirinya saat berpidato pada hari Senin. Ia mencemooh para pemimpin politik dari kedua partai yang gagal menghentikan “invasi” imigran, katanya.
Ia menjelaskan proposal kebijakan imigrasinya saat mengunjungi Eagle Pass, daerah yang menjadi koridor utama penyeberangan perbatasan secara ilegal selama masa kepresidenan Joe Biden.
Dengan memulai kampanyenya menggunakan isu imigrasi, gubernur Florida selama dua periode itu memprioritaskan sebuah isu yang memecah belah, yang telah sejak lama menjadi fokus para pemilih paling konservatif dari kubu Republik.
Kelompok pro-imigran America’s Voice mengutuk DeSantis atas pernyataannya yang menyebut istilah “invasi” kepada imigran, istilah yang digunakan oleh kelompok supremasi kulit putih.
Meski demikian, dalam beberapa bulan terakhir, pemilih yang cenderung moderat menjadi lebih mendukung kebijakan imigrasi yang lebih agresif seiring melonjaknya angka penyeberangan perbatasan secara ilegal. Secara keseluruhan, 60 persen orang dewasa di AS tidak mendukung kebijakan imigrasi Biden, menurut jajak pendapat terbaru AP-NORC.
Tapi DeSantis mungkin akan tetap kesulitan menonjolkan diri dalam isu imigrasi di tengah banyaknya kandidat capres dari Partai Republik, terutama Trump, yang menjadi kandidat unggulan.
Sebelum mengumumkan proposal kebijakan imigrasinya hari Senin, tim kampanye DeSantis merilis cinderamata baru dengan slogan “Bangun Tembok Perbatasan. Jangan Mengelak Lagi.” [rd/rs]