Rakyat Taiwan harus membuat pilihan pada pemilu tahun depan mengenai apakah pulau itu akan terus bergerak maju menuju demokrasi atau “berjalan ke dalam pelukan China,” kata Lai Ching-te, calon presiden berikutnya, pada Selasa (21/11).
Masalah China, yang mengklaim Taiwan sebagai wilayahnya, menjadi sorotan menjelang pemilihan presiden dan parlemen pada 13 Januari mendatang, terutama ketika Beijing terus meningkatkan tekanan militernya terhadap pulau tersebut.
BACA JUGA: Capres Taiwan Pilih Mantan Diplomat untuk AS sebagai CawapresLai, wakil presiden dan calon presiden dari Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa, yang memperjuangkan identitas Taiwan yang terpisah dari China, memimpin sebagian besar jajak pendapat menjelang pemilu. Partai oposisi terbesar, Kuomintang (KMT), yang biasanya lebih suka hubungan yang dekat dengan Beijing, terlibat dalam perselisihan dengan Partai Rakyat Taiwan (TPP) yang lebih kecil menyangkut kandidat mereka yang mana yang seharusnya maju sebagai calon presiden dan wakil presiden setelah awalnya sepakat untuk bekerja sama.
Lai, pada Senin (20/11), mengumumkan mantan duta besar de facto Taiwan untuk AS, Hsiao Bi-khim, sebagai pasangannya. Batas waktu pendaftaran pemilu adalah hari Jumat (24/11) mendatang. Masih belum jelas kapan pihak oposisi akan mendaftarkan kandidat mereka. [rd/rs]