Komisi Pemilihan Umum Thailand pada saat-saat terakhir ini sedang mempertimbangkan tantangan hukum terhadap pelopor prodemokrasi yang juga pemimpin Move Forward Party, Pita Limjaroenrat, dalam kasus yang dapat menggagalkan karir politik salah seorang pengecam paling sengit pemerintah yang didukung militer.
Gugatan terhadap Limjaroenrat menggemakan kasus yang menjatuhkan bintang gerakan prodemokrasi Thailand empat tahun lalu, dan memicu gelombang protes antipemerintah.
Presiden Fakultas Hukum di College of Asian Scholars Thailand, Jade Donavanik, mengatakan kedua kasus “merujuk ke ketentuan hukum yang sama.”
Ketentuan itu melarang calon pejabat publik untuk memiliki saham di sebuah perusahaan media massa.
BACA JUGA: Partai Bergerak Maju Thailand Yakin Raih Dukungan Lebih Banyak untuk Bentuk Pemerintah KoalisiBeberapa hari sebelum pemungutan suara 14 Mei untuk mengisi kursi Dewan Perwakilan Rakyat Thailand, seorang kandidat dari partai promiliter Palang Pracharath mengajukan kasus ke Komisi Pemilihan Umum, menuduh Pita Limjaroenrat memegang saham di perusahaan televisi yang sudah tidak aktif lagi – iTV – dan tidak mengungkapnya dalam aset-aset miliknya yang dilaporkan.
Dukungan pada Move Forward Party dalam berbagai jajak pendapat menjelang pemungutan suara melonjak pesat di tengah meningkatnya gelombang frustrasi terhadap pemerintah Prayut Chan-ocha, mantan panglima militer yang merebut kekuasaan dalam kudeta tahun 2014.
Move Forward Party bertekad mengakhiri wajib militer, memangkas anggaran pertahanan dan meredam pemberlakuan undang-undang pencemaran nama baik kerajaan (lese majeste) yang telah membuat ratusan pengecam pemerintah diadili atau dipenjara.
Para hari pemungutan suara, Limjaroenrat memenangkan 152 dari 500 kursi DPR yang diperebutkan, terbanyak dari partai mana pun.
Meskipun Limjaroenrat meraih suara terbanyak dalam jajak pendapat tentang siapa yang diinginkan publik menjadi perdana menteri, jabatan itu, sesuai hukum Thailand, akan diberikan kepada tokoh yang memenangkan pemungutan suara bersama DPR dan Senat. Senat yang ditunjuk militer memiliki 250 kursi.
Kini sedang berlangsung perundingan di antara partai-partai pemenang kursi di DPR, untuk membentuk koalisi yang akan memenangkan pemilihan tersebut.
Keputusan Komisi Pemilihan Umum dan hukuman selanjutnya yang dijatuhkan Mahkamah Konstitusi dapat memaksa Limjaroenrat keluar dari parlemen dan pencalonan untuk menjadi perdana menteri.
Move Forward Party menolak permohonan VOA untuk menanggapi pengaduan itu, meskipun sebelumnya Limjaroenrat membantah melakukan kesalahan.
Menurut laporan-laporan media setempat, Limjaroenrat mewarisi saham-saham ketika ayahnya meninggal pada tahun 2006 dan telah berupaya menemukan pembeli, namun gagal. Ia membantah telah dengan sengaja tidak melaporkan saham-saham itu. [em/ka]