Kanselir Jerman Olaf Scholz menegaskan kembali, pada Minggu (29/1), bahwa Jerman tidak akan mengirim jet tempur ke Ukraina, di saat Kyiv meningkatkan permintaan akan persenjataan yang lebih canggih dari pihak Barat untuk membantunya menghadapi invasi Rusia.
Scholz baru saja menyepakati pengiriman 14 tank Leopard 2 – tank buatan Jerman – pada Rabu (25/1) lalu ke Ukraina dan mengizinkan negara-negara Eropa lain untuk mengirimkan tank mereka, setelah melalui perdebatan sengit dan tekanan yang memuncak dari para sekutu selama berminggu-minggu.
“Saya hanya dapat menyarankan agar tidak terus-menerus bersaing dalam hal sistem persenjataan,” kata Scholz dalam wawancaranya dengan surat kabar Tagesspiegel.
“Apabila segera setelah keputusan (tentang tank) dibuat, lalu perdebatan baru kembali dimulai di Jerman, itu bisa dianggap tidak serius dan merusak kepercayaan rakyat terhadap keputusan pemerintah.”
Keputusan Scholz untuk mengizinkan pengiriman tank disusul oleh pengumuman AS yang juga mengirimkan 31 tank Abrams buatannya ke Ukraina.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy berterima kasih kepada Berlin dan Washington atas keputusan yang dianggapnya sebagai terobosan dalam upaya mendukung negara tersebut.
Namun tak lama setelahnya, Zelenskyy menekankan bahwa Ukraina membutuhkan lebih banyak senjata berat dari sekutu NATO untuk menghalau pasukan Rusia, termasuk jet tempur dan rudal jarak jauh.
Dalam wawancara yang sama, Scholz memperingatkan akan adanya “risiko eskalasi,” di mana Moskow telah mengutuk janji pengiriman tank dengan pernyataan tajam.
“Tidak ada perang antara NATO dan Rusia. Kami tidak akan membiarkan eskalasi tersebut,” kata Scholz.
Kanselir itu menambahkan bahwa “penting” untuk terus berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Sambungan telepon terakhir antara Scholz dan Putin terjadi pada awal Desember lalu.
“Saya akan menelepon Putin lagi,” kata Scholz. “Tapi, tentu saja, jelas bahwa selama Rusia terus mengobarkan perang dengan agresi yang tidak mereda, maka situasi ini tidak akan berubah.” [rd/ka]