Dua puluh dua migran termasuk tujuh anak tenggelam setelah kapal yang mereka tumpangi terbalik di lepas pantai Turki, kata para pejabat setempat, Jumat (15/3).
Dua orang diselamatkan oleh penjaga pantai Turki dan dua lainnya berhasil menyelamatkan diri sendiri dari air, kata para pejabat. Kewarganegaraan para korban belum diketahui.
Kapal itu terbalik di pulau terbesar Turki, yang disebut Gokceada atau Imbros, yang terletak di Laut Aegea di lepas pantai provinsi barat laut Canakkale, dekat pulau Lemnos, Yunani.
“Penjaga pantai Turki menemukan 22 mayat termasuk tujuh anak,” kata kantor gubernur setempat dalam sebuah pernyataan.
Operasi pencarian dan penyelamatan didukung oleh satu pesawat, dua helikopter, sebuah drone, 18 perahu dan 502 personel, tambah pernyataan itu. Turki menampung hampir empat juta pengungsi, sebagian besar warga Suriah.
Banyak migran mencoba mencapai pulau-pulau Yunani dari pantai barat Turki dengan harapan bisa mencapai negara-negara Uni Eropa yang makmur, dan banyak dari mereka yang meninggal dalam perjalanan di laut yang berbahaya.
Para pejabat mengatakan kapal itu mulai tenggelam pada malam hari dan pada hari Jumat banyak ambulans yang bersiaga di pelabuhan Kabatepe dekat Gokceada.
Dalam beberapa pekan terakhir terjadi peningkatan upaya penyeberangan migran di perairan antara Turki dan Yunani.
Penjaga pantai Turki mengindikasikan bahwa mereka telah menyelamatkan atau mencegat beberapa ratus migran, termasuk anak-anak, yang berusaha menyeberang ke Yunani sejak awal minggu ini. Lebih banyak arus migran
Badan perbatasan Uni Eropa Frontex mengatakan pada minggu ini bahwa jumlah penyeberangan perbatasan tidak teratur ke dalam blok tersebut dalam dua bulan pertama tahun ini mencapai 31.200 – sekitar sama dengan jumlah tahun lalu, menurut perhitungan awal.
Di bagian timur Laut Tengah, rute migrasi paling aktif kedua setelah rute Afrika Barat, jumlah yang dideteksi meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 9.150 dalam dua bulan pertama tahun ini, katanya.
Laut Tengah selama beberapa tahun ini telah menjadi pusat arus migran dari Afrika dan Timur Tengah ke Eropa.
Arus masuk migran mencapai puncaknya pada tahun 2015 ketika banyak migran, sebagian besar melarikan diri dari pergolakan di Timur Tengah yang disebabkan oleh perang saudara di Suriah, mencari perlindungan di Eropa.[lt/uh]