Presiden Joko Widodo mengakui perekonomian Indonesia masih belum pulih akibat dilanda pandemi Covid-19. Maka dari itu, ia menginstruksikan kepada seluruh jajarannya untuk bisa bergerak dan bekerja lebih cepat, serta terus berinovasi.
“Kita harus sadar kita ini masih dalam kondisi krisis. Semangatnya harus berbeda, auranya harus berbeda, harus pindah buat channel extraordinary. Dengan bekerja lebih cepat maka kita bisa memberikan daya ungkit pada pertumbuhan ekonomi,” ungkap Jokowi dalam acara Penandatangan Kontrak Paket Tender/Seleksi Dini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), di Istana Bogor, Jumat (15/1).
Dijelaskannya, pertumbuhan ekonomi tanah air mengalami koreksi yang cukup dalam. Pada kuartal-II 2020 pertumbuhan ekonomi tanah air minus 5,32 persen dan kembali drop sebesar 3,49 persen pada kuartal-III 2020 sehingga mengakibatkan Indonesia dilanda resesi. Meski begitu, mantan walikota Solo ini tetap yakin perekonomian Indonesia akan segera pulih.
“Meskipun minus tapi membaik dan kita berharap di kuartal-IV 2020 dan kuartal pertama 2021 pertumbuhan ekonomi negara kita mengalami rebound, mengalami pemulihan kembali,” tuturnya.
Menurutnya, kecepatan untuk mengeksekusi proyek-proyek pemerintah akan menciptakan lapangan pekerjaan baru, sehingga banyak masyarakat yang bisa mulai bekerja kembali. Dengan begitu roda perekonomian bisa bergerak dengan baik.
“Walau kita bekerja cepat dengan cara-cara smart shortcut tidak berarti kita mengabaikan tata kelola, kita mengabaikan governance. Ini tidak boleh. Prosesnya harus benar, harus transparan, sesuai aturan dan juga yang paling penting outcome-ya juga betul-betul dijaga agar memiliki dampak yang signifikan pada pemulihan ekonomi negara kita,” paparnya.
Pemulihan Ekonomi Berjalan Lambat
Pengamat ekonomi Indef Bhima Yudistira mengatakan pemulihan ekonomi diyakini akan berjalan lambat. Hal ini dikarenakan, masih berlakunya berbagai kebijakan yang menghambat mobilitas masyarakat, seperti pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali, dan larangan masuk warga negara asing (WNA) ke Indonesia.
Meski begitu, ia meyakini bahwa ekonomi Indonesia akan tumbuh positif dengan kisaran satu persen pada kuartal-I 2021.
“Ada pemulihan, terlihat dari indeks keyakinan konsumen berada di angka 96 per Desember Lalu PMI manufaktur juga sudah mulai naik. Tapi di sisi yang lain kalau melihat gambaran secara makro, ya memang masyarakat masih terhambat mobilitasnya, belanja di luar rumah, apalagi sekarang kafe, restoran, mal sampai jam 7 malam bukanya. Kantor juga tidak bisa full kerja di kantor, banyak yang kerja di rumah. Jadi kuartal-I kalau pun tumbuh akan sekitaran satu persen, jadi tidak akan terlalu tinggi. Masih dalam tahap pemulihan yang relatif lambat,” ungkap Bhima kepada VOA.
BACA JUGA: Ekonomi Indonesia di 2021 Diprediksi Krisis Serius?Selain itu, kata Bhima, faktor pendongkrak perekonomian tanah air yang paling banyak pada saat ini berasal dari eksternal, seperti membaiknya harga komoditas di level internasional sehingga kinerja ekspor pun bisa lebih baik lagi. Transisi pemerintahan Amerika Serikat (AS) dari Donald Trump ke Joe Biden pun disebut Bhima akan berdampak cukup baik bagi Indonesia, salah satunya karena turunnya tensi perang dagang antara AS dan China.
Menurutnya cukup sulit bagi Indonesia untuk mencapai angka pertumbuhan ekonomi di level lima persen pada tahun ini. Diperkirakan hal tersebut akan tercapai di pertengahan 2022 mendatang.
“Berat kalau lima persen, masih over optimis lima persen. Jadi kalau full recovery lima persen itu perkiraannya paling cepat 2022. Kalau mau mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi di 2021 kuncinya adalah serapan dari belanja pemerintah, tapi tidak mudah karena aparatur di level daerah banyak yang masih belum optimal dalam merencanakan anggaran di awal tahun, jadi masih banyak yang lambat penyerapannya,” jelasnya.
BACA JUGA: Investasi Indonesia di 2021 Diharapkan Pulih hingga 6,4 PersenPulihnya perekonomian Indonesia pada 2022, ujarnya bisa dicapai apabila pemerintah menyelesaikan vaksinasi massal Covid-19 sesuai target dalam 15 bulan, sehingga kekebalan kelompok atau herd immunity bisa segera terbentuk. Dengan begitu, mobilitas masyarakat bisa kembali normal.
“Jadi memang kalau mau mempercepat (pemulihan ekonomi) harusnya stimulus paling engga sama dengan 2020, yang artinya kita membutuhkan suntikan untuk stimulus UMKM, perlindungan sosial yang lebih besar, subsidi gaji diperbesar angkanya, dan lain-lain,” pungkasnya. [gi/ab]