Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian mengatakan bahwa pria yang tertembak oleh Satuan Tugas Operasi Tinombala di Pegunungan Tambarana, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (18/7) diduga kuat adalah Santoso, pemimpin kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur.
Usai mengikuti arahan Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta hari Selasa, Tito mengatakan seorang pria lain yang tewas bersama Santoso adalah Basri, yang juga terpidana teroris yang sedang menjadi buronan aparat keamanan.
Meski demikian, tambah Tito, kedua jenazah itu masih akan diteliti di Rumah Sakit Bhayangkara Palu, dan pihak keluarga masih akan dimintai keterangan.
"Dari sejumlah saksi-saksi awal, lalu anggota (polisi) yang mengenal yang bersangkutan, karena dulu pernah ditangkap tahun 2005, sementara ini dia adalah Santoso. Sembilan puluh persen lah dia adalah Santoso. Yang satu lagi 70 persen adalah Basri. Nanti kita akan mendapatkan keterangan yang lebih akurat lagi," ujarnya.
Tito menambahkan, kelompok berikutnya yang masih dikejar adalah kelompok Alika Lora, yang tidak mempunyai pemimpin setangguh Santoso.
"Sulawesi Tengah relatif aman. Memang ada Alika Lora, tapi saya mengenal betul jaringan ini. Dua orang ini (Santoso dan Basri) adalah tokoh yang paling penting. Alika Lora punya senjata, tapi tidak memiliki kemampuan kompetensi kepemimpinan seperti Basri dan Santoso," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa kaderisasi kelompok teror di Sulawesi Tengah sepeninggal Santoso diduga masih akan berlangsung. Untuk itu, Operasi Tinombala masih akan dilanjutkan, katanya.
"Bisa saja ada kaderisasi kalau kita diamkan. Oleh karena itu nanti setelah selesai ini operasi kita jalankan terus sambil operasi untuk menetralisir ideologi radikal pro-kekerasan yang ada di sana. Persenjataan mereka nggak banyak yang signifikan. Paling juga tiga atau empat senjata rakitan. Dan satu senjata pabrikan (organik)," ujar Tito.
Your browser doesn’t support HTML5
Sementara itu, Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Brigadir Jenderal Rudy Sufahriadi menjelaskan, penembakan terhadap Santoso dan Basri dilakukan oleh pasukan TNI yang tergabung dalam Operasi Tinombala.
"Tim Alfa 92 prajurit dari batalyon Raiders 515 Jember Kostrad melakukan patroli di wilayah Tambarana. Ketika sedang berpatroli mendapati ada 5 orang bersenjata dari jarak antara 20 sampai 30 meter. Ketika patroli mencoba mendekati terjadi baku tembak. Dan disitulah tertembaknya 2 buron teroris itu," ujarnya.
Rudy menambahkan, dua orang perempuan yang melarikan diri bersama seorang laki-laki setelah tertembaknya Santoso dan Basri, diduga kuat adalah istri Santoso dan Basri. Sehingga menurut Rudy, dari total 21 orang buron teroris, kini tersisa 19 orang yang dipimpin oleh Alika Lora.
"Oleh tim Alfa yang lain melakukan pengejaran. Saya juga mengirimkan bantuan personel. Dua perempuan itu diduga adalah istrinya Santoso dan istrinya Basri. Jadi total DPO (daftar pencarian orang) ada 21, terpecah menjadi dua. Ada kelompok lima orang dipimpin oleh Santoso dan Basri. Yang lima orang ini ada Santoso dan istrinya, Basri dan istrinya Basri, dan satu laki-laki lain. Lalu kelompok berikutnya ada 16 orang yang dipimpin Alika Lora," ujarnya.
Lebih lanjut Kapolda Silteng Brigjen Rudy Sufahriadi mengimbau kepada 19 buronan teroris yang tersisa untuk segera menyerahkan diri.
"Saya sampaikan kepada 19 DPO ini, kalau mau menyerahkan diri, saya jamin tidak akan dilakukan pemukulan dan lain sebagainya. Tidak usah takut. Kita akan sesuai hukum yang berlaku di Indonesia. Itu lebih baik, daripada kita cari dan kejar lalu seperti ini terjadinya," ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung berharap setelah tewasnya Santoso, ke depannya ada sinergi yang lebih kuat antara penegak hukum dalam pemberantasan teroris.
"Mudah-mudahan dengan demikian persoalan penanganan teroris ini akan makin terorganisasi dengan baik antara TNI – Polri dengan BNPT, BIN dan penegak hukum lainnya," ujar Pramono.
Terkait peristiwa penembakan Santoso pimpinan kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur ini, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengucapkan terima kasih atas kerjasama erat antara Polri dengan TNI serta Badan Intelijen Negara (BIN).
"Saya mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan TNI dan Polri, karena ini adalah operasi gabungan Tinombala ini. TNI dan Polri serta jaringan dari BIN," ujarnya.
Santoso alias Abu Wardah telah menjadi buronan sejak 2007. Dia dituding sebagai otak pembunuhan dan mutilasi terhadap tiga siswi SMK di Poso, Sulawesi Tengah, disusul kasus pembunuhan terhadap sejumlah polisi.
Santoso dan kelompoknya terakhir terlihat di rekaman video propaganda teror yang didapatkan ketika aparat keamanan terlibat baku tembak dengan kelompok sipil bersenjata pada Oktober 2014 di Poso.
Di dalam rekaman terlihat Santoso berlatih perang dengan cara menyeberangi sungai sambil membawa senjata laras panjang. Di dalam video tersebut, mereka juga mendeklarasikan telah bergabung dengan kelompok Negara Islam (ISIS).
Walaupun sudah menyatakan sumpah setia kepada ISIS, pengaruh Santoso masih jauh di bawah Abu Jandal serta Bahrun Naim, otak pemboman dan penembakan di Jl. MH Thamrin Jakarta pada Januari lalu.