Menkopolhukam Mahfud MD hari Selasa (7/7) mengatakan akan memanggil empat institusi untuk meminta laporan perkembangan kasus buronan pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko S. Tjandra.
“Dalam waktu sangat dekat ini akan saya undang empat institusi – Kepolisian, Mendagri, Kemenkumham dan Kejaksaan Agung. Akan kita koordinasi agar masyarakat tahu apa yang sebenarnya terjadi dan di dalam demokrasi masyarakat harus tahu semua prosesnya,” ujar Mahfud di kantor Menkopolhukam, Jakarta.
Dalam rekaman video yang diterima VOA, Mahfud mengatakan bahwa pemanggilan pihak Kepolisian dan Kejaksaan Agung terkait penegakan hukum dan keamanan, sementara Menkumham terkait status imigrasi buronan kelas kakap itu.
Jaksa Agung: Djoko S. Tjandra Diketahui Sudah 3 Bulan Ada di Indonesia
Nama Djoko S. Tjandra kembali menjadi perbincangan setelah ia diketahui telah kembali berada di Indonesia. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR 29 Juni lalu mengatakan “yang menyakitkan hati saya adalah katanya tiga bulanan dia ada di sini, baru sekarang terbukanya. Saya sudah perintahkan Jamintel [Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen, red] ini tidak bisa terjadi lagi.” Ia mengkiritisi pihak imigrasi yang tidak mendeteksi masuknya buronan itu.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly membantah Djoko Tjandra masuk ke perbatasan Indonesia dan menyitir masuknya buronan itu lewat “jalan tikus.”
Djoko S. Tjandra memang sempat masuk dalam daftar pencarian orang, tetapi menurut kuasa hukumnya Andi Putra, sebagaimana dikutip kantor berita Antara, “permohonan terakhir diajukan jaksa pada tanggal 29 Maret 2012.”
Ditambahkannya, permohonan pencegahan dari Kejaksaan Agung hanya berlaku enam bulan, artinya enam bulan setelah tanggal itu tidak ada lagi pencegahan untuk keluar dari Indonesia atau masuk ke wilayah Indonesia.
Djoko S. Tjandra ditemani kuasa hukumnya pada 8 Juni lalu diketahui mendaftarkan peninjauan kembali atau PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
BACA JUGA: ICW: KPK Tidak Serius Mencari Harun MasikuKasus Djoko S. Tjandra Penuh Liku
Kasus hukum Djoko S. Tjandra memang berliku. Direktur PT. Era Giat Prima itu pada tahun 2000 dijerat dakwaan berlapis melakukan tindak pidana korupsi terkait pencairan tagihan Bank Bali melalui pengalihan hak tagih atau cessie, yang merugikan negara 940 miliar rupiah. Namun majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan tidak menerima dakwaan jaksa karena menilai cessie bukan perbuatan pidana, melainkan perdana. Djoko dibebaskan dari dakwaan melakukan tindak pidana dan dibebaskan dari tahanan kota.
Jaksa ketika itu mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memutuskan untuk melanjutkan perkara. Namun ia kembali lolos dari jerat hukum karena pandangan yang sama dengan putusan pengadilan negeri.
Jaksa kembali mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, yang juga ditolak dengan alasan perjanjian cessie itu murni perdana.
Delapan tahun kemudian, tepatnya pada 15 Oktober 2008, jaksa mengajukan PK terhadap putusan kasasi MA yang dinilai keliru, terlebih karena putusan terhadap Djoko S. Tjandra, Pande Lubis yang ketika itu menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional BPPBN [ketika itu] dan Syahril Sabirin yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia berbeda; padahal ketiganya diadili untuk perkara yang sama, dalam berkas terpisah. Pande sudah lebih dulu divonis empat tahun penjara, sementara beberapa tahun kemudian Djoko dan Syahril dijatuhi vonis dua tahun penjara. Sebelum putusan dieksekusi, Djoko keburu melarikan diri.
Segera setelah mengetajui keberadaan Djoko S. Tjandra di Indonesia, Menkopolhukam Mahfud MD memerintahkan Jaksa Agung untuk segera menangkapnya.
Hingga laporan ini disampaikan, upaya VOA menghubungi kuasa hukum Djoko S. Tjandra masih belum membuahkan hasil. [em/pp]