Kasus Corona di Jakarta Naik Tajam Akibat Libur Panjang

Kawasan bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, 24 Mei 2020. (Foto dok).

Jumlah kasus baru virus corona di DKI Jakarta naik tajam selama dua hari berturut-turut. Satgas Covid-19 menduga kenaikan ini terjadi karena liburan panjang baru-baru ini.

Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan kenaikan jumlah kasus positif corona di DKI Jakarta kemungkinan terjadi akibat liburan panjang 16-22 Agustus lalu. Pada 30 Agustus jumlah kasus baru corona di Ibu kota bertambah 1.114 sementara pada 31 Agustus bertambah 1.049.

Dengan adanya peningkatan kasus ini, Wiku mengingatkan masyarakat jangan sampai lengah dalam menerapkan protokol kesehatan.

“Kami perlu dukungan seluruh masyarakat bahwa kondisi pandemi masih terjadi di seluruh dunia dan kita harus tetap berhati-hati menjalankan protokol kesehatan dengan ketat, kapan pun itu, agar tidak terjadi kondisi seperti yang dialami oleh DKI dengan liburan panjangnya dan terjadi peningkatan penularan dan kasus,” ujar Wiku dalam telekonferensi pers di Gedung BNPB, Jakarta, Senin (31/8).

Melonjaknya kasus baru Covid-19 di DKI ini, kata Wiku menyebabkan tingkat okupansi rumah sakit rujukan Covid-19 dan rumah sakit biasa menjadi sangat tinggi.

“Angka keterpakaian tempat tidur di ruang isolasi adalah 69 persen pada saat ini, sedangkan angka keterpakaian tempat tidur di ICU yaitu 77 persen. Kondisi ini memang kondisi yang tidak ideal, dan pemerintah sedang mendorong untuk menurunkan angka keterpakaian tempat tidur ini untuk bisa di bawah 60 persen sehingga beban untuk tenaga kesehatan di RS-RS tersebut bisa berkurang,” paparnya.

Guna menurunkan beban rumah sakit, pihaknya pun mengoptimalkan penggunaan RS Darurat Wisma Atlet Kemayoran untuk menangani pasien Covid-19 dengan kategori sakit sedang dan ringan. Tambahnya, kasus di DKI ini sebanyak 30 persen berasal dari daerah sekitar Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek).

Seorang petugas medis mengecek peralatan medis di rumah sakit darurat untuk pasien COVID-19 di Wisma Atlet, Kemayoran, 23 Maret 2020. (Foto: Antara via Reuters)

DKI Jakarta saat ini, memang memiliki fasilitas kesehatan pendukung yang cukup baik untuk melakukan tes Covid-19, dan pelacakan kasus positif di tengah-tengah masyarakat. Wiku menjelaskan DKI Jakarta memiliki 54 laboratorium sebagai pendukung untuk pemeriksaan, 67 rumah sakit rujukan Covid-19, dan 170 rumah sakit yang menangani corona.

Dinas Kesehatan DKI Jakarta cukup gencar dalam menelusuri jejak kasus positif. Sebanyak 630 kasus baru yang dilaporkan kemarin merupakan hasil dari pelacakan kontak erat yang dilakukan secara aktif oleh puskesmas.

Your browser doesn’t support HTML5

Kasus Corona di Jakarta Naik Tajam Akibat Libur Panjang

Selain itu, dalam hal kapasitas testing, DKI Jakarta berkontribusi 43 persen dari jumlah tes nasional pada saat ini. Dengan naiknya jumlah kasus positif di DKI Jakarta ini, otomatis angka positivity rate baik di DKI Jakarta maupun secara nasional melonjak tajam di atas standar dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

“Akibat klaster atau peningkatan jumlah kasus positif pada long weekend tersebut, positivity rate dalam seminggu terakhir naik menjadi 9,7 persen di DKI, di mana secara nasional angka positivity rate-nya adalah 14,8 persen. Sebagai standar WHO tentunya positivity rate-nya harus di bawah lima persen,” ungkap Wiku.

Seorang petugas kesehatan membawa sampel darah saat tes cepat virus corona di sebuah rumah sakit di Jakarta, 28 April 2020. (Foto: AP)

Meski begitu tingkat kematian diklaim terus menurun. Dilaporkan Wiku, tingkat kematian akibat Covid-19 di DKI Jakarta terus turun menjadi tiga persen, dan 4,3 persen di nasional. Sementara itu, tingkat kesembuhan terus naik, dimana di DKI kini menjadi 76,7 persen, dan nasional 72,7 persen.

Bagaimana Cara Menekan Laju Penambahan Kasus Positif Corona?

Sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) nomor 6 tahun 2020 tentang peningkatan disiplin dan penegakan hukum protokol kesehatan dan pencegahan pengendalian corona virus 2019, Wiku menginstruksikan kepada seluruh pemerintah daerah (pemda) untuk mengoptimalkan inpres tersebut seperti penerapan denda dan sanksi kepada masyarakat yang melanggar protokol kesehatan.

Lebih lanjut, Wiku menyarankan kepada masing-masing pemda untuk mengevaluasi kembali kebijakan-kebijakan yang dilakukan pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Ia mencontohkan kebijakan ganjil genap yang diberlakukan kembali di DKI Jakarta menyebabkan meningkatnya mobilitas penduduk terutama melalui transportasi publik.

“Ini tentunya menjadi salah satu faktor yang perlu dilihat apakah memiliki kontribusi pada tingkat penularan dan bagaimana selanjutnya untuk bisa dikendalikan,” imbuhnya.

BACA JUGA: Klaster Perkantoran Meningkat, Satgas Covid-19 Sarankan Kembali 'WFH'

Ia juga menyarankan, agar perusahaan-perusahaan dapat memberlakukan kembali kebijakan bekerja dari rumah atau work from home (WFO). Namun jika hal tersebut tidak memungkinkan, maka kapasitas kantor harus terisi sebanyak 50 persen saja, dan karyawan yang bekerja di kantor disarankan tidak berusia lanjut dan tidak memiliki penyakit bawaan serta tetap menjalankan protokol kesehatan yang ketat.

“Rekomendasi secara umum, yaitu perlu pengawasan protokol sektoral baik itu di perkantoran maupun di industri. Jadi kontrol ketat dalam protokol kesehatan dalam fasilitas itu yang diawasi oleh masing-masing pengelola, maupun pemda. Jadi perlu ada pengontrolan yang ketat termasuk di transportasi umum. Kemudian juga ada penguatan contact tracing dari kasus-kasus positif sehingga penularannya bisa ditekan serta perlu adanya penegakan hukum yang kaitannya dengan pelanggaran terhadap protokol kesehatan.” jelasnya.

Perkembangan Covid-19 di Indonesia

Wiku melaporkan , sampai dengan hari ini kasus aktif di Indonesia mencapai 41.420 atau 23,7 persen. Angka kasus aktif ini masih lebih rendah dari angka kasus aktif dunia 26,9 persen. Jumlah kasus sembuh di Tanah Air pada saat ini sudah mencapai 125.959 atau 72,1 persen, lebih tinggi dari angka kesembuhan dunia yang tercatat 69,73 persen. Sedangkan angka kematian, sayangnya masih berada di 4,2 persen, atau lebih tinggi dari angka dunia, yakni 3,43 persen.

Adapun lima provinsi dengan jumlah kasus corona terbanyak adalah DKI Jakarta (39.037), Jawa Timur (33.220), Jawa Tengah (13.785), Sulawesi Selatan (11.870), dan Jawa Barat (10.918).

Sedangkan untuk lima provinsi dengan jumlah kasus aktif tertinggi yakni DKI Jakarta (7.720), Jawa Timur (5. 115), Jawa Barat (4.560), Jawa Tengah (3.922), dan Sumatera Utara (2.552). “Kasus aktif ini artinya masih di dalam perawatan dan harapannya kasus yang jumlahnya tinggi ini, bisa segera sembuh sehingga kasusnya bisa menurun,” jelas Wiku.

Lalu, lima provinsi dengan jumlah kasus meninggal tertinggi adalah Jawa Timur (2.349), DKI Jakarta (1.183), Jawa Tengah (990), Sulawesi Selatan (360), dan Kalimantan Selatan (353).

Sementara itu, jumlah pemeriksaan Covid-19 per orang di tingkat nasional meningkat sedikit dibandingkan dengan pekan lalu. Berdasarkan standar dari WHO setidaknya harus dilakukan pemeriksaan 1/1000 penduduk per minggunya. Dengan jumlah penduduk di Indonesia yang mencapai 267 juta, a Indonesia harus melakukan 267.700 pemeriksaan per minggunya. [gi/ab]