Kasus gigitan hewan penular rabies (HPR) kepada manusia terus meroket menjadi 146 kasus hanya dalam waktu lima hari. Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan telah menetapkan status Kasus Luar Biasa (KLB) Rabies sejak 30 Mei 2023 menyusul satu warga di wilayah itu meninggal akibat rabies pada 2 April 2023. KLB Rabies juga diberlakukan di Kabupaten Sikka di Pulau Flores.
“Jadi perkembangannya cukup signifikan, jadi tiap hari kita lihat peningkatan kasus gigitan anjing ini semakin massif,” kata juru bicara Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanggulangan Rabies di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, Adi Tallo saat dihubungi VOA, Senin (19/6) siang.
Kasus gigitan anjing terhadap manusia itu terjadi di 120 desa di 26 kecamatan. Ada penambahan 40 desa baru dari jumlah pekan lalu yang berjumlah 80 desa dan 25 kecamatan yang terindikasi ada hewan penular rabies yang berkeliaran. Kini hanya tersisa enam kecamatan di Kabupaten Timor Tengah Selatan yang belum terdapat laporan gigitan hewan penular rabies.
Kasus rabies di Kabupaten Timor Tengah Selatan di Pulau Timor menyebabkan tiga orang meninggal dunia dua di antaranya anak-anak, satu anak lainnya dalam kondisi kritis. Sedangkan 449 orang menjalani rawat jalan setelah mendapatkan penanganan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Upaya Pencegahan
Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan menerapkan tujuh langkah untuk pengendalian rabies di antaranya memberikan vaksinasi rabies kepada hewan-hewan peliharaan masyarakat yang masih sehat, juga melakukan eliminasi selektif kepada hewan penular rabies yang bergejala rabies.
“Pemilik HPR, baik anjing, kucing maupun kera untuk melihat gejala-gejala pada binatang yang dimiliki mereka atau hewan peliharaan yang dimiliki oleh mereka sehingga mereka bisa melakukan eliminasi sendiri. Jika mereka rasa bahwa ada perubahan perilaku dari pada hewan-hewan peliharaan mereka,” kata Adi Tallo.
Hingga Sabtu (17/6) dilaporkan terdapat 1.003 ekor hewan penular rabies yang telah dieliminasi di berbagai desa di Kabupaten Timor Tengah Selatan.
BACA JUGA: Hingga April 2023, Kemenkes Catat 11 Kasus Kematian karena RabiesAdi Tallo mengungkapkan pihaknya terus melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya rabies yang baru pertama kali terjadi di wilayah itu.
“Posisi rabies di Kabupaten Timor Tengah Selatan selama ini baru ada sejak Januari hingga saat ini, sehingga pengetahuan tentang dampak dari pada rabies masih minim, sehingga kita selalu melakukan edukasi ke masyarakat bahwa ini sangat berbahaya bagi manusia,”papar Adi Tallo.
Cuci Luka Bekas Gigitan
Pemerhati rabies dari Rumah Sakit TC Hillers, Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, dokter Asep Purnama mengingatkan pentingnya untuk mencuci luka bekas gigitan hewan penular rabies dengan sabun. Sifat kimia dari virus rabies yaitu virus cepat mati dengan zat pelarut lemak seperti air sabun, detergen. Penderita juga perlu segera mendapatkan vaksin anti-rabies (VAR) dan serum anti rabies (SAR) sesuai dengan indikasinya.
“Di sini selama belum muncul gejala rabies kita berusaha mengobati, tapi sebelum mengobati harus dikasih tahu, kalau dilakukan secara dini tentu akan sembuh, ini sudah terbukti,” kata Asep Purnama dalam Sosialisasi Pencegahan dan Pengendalian Rabies di Pulau Timor Provinsi NTT, di kanal YouTube P2PM Kemenkes RI, Senin (12/6).
“Tapi kalau dia terlambat datang, sudah sebulan setelah gigitan, dua bulan setelah gigitan, itu tetap kita kasih selama tidak ada gejala,” lanjutnya.
Menurut Asep Purnama, luka bekas gigitan harus dicuci dengan air mengalir dan sabun selama sepuluh hingga 15 menit. Namun ia mengingatkan untuk hindari mencuci luka. Ia juga mengimbau diberikannya antiseptik setelahnya.
Your browser doesn’t support HTML5
Sejak tahun 2014 hingga Mei 2023, terdapat 73 kasus kematian pada manusia akibat rabies di Nusa Tenggara Timur.
Kasus rabies pertama kali ditemukan terjadi di Desa Sarotali, Kabupaten Flores Timur di Pulau Flores pada 1997 yang ditularkan oleh anjing yang dibawa dari Sulawesi. [yl/ah]