Angka perempuan yang mengalami kekerasan di Tanah Air mengalami kenaikan pada 2022, yaitu mencapai 32.000 orang dibandingkan 27.000 pada 2021. Tingginya angka tersebut dilatarbelakangi oleh sejumlah faktor, antara lain ekonomi, perkawinan anak, dan kesadaran hukum.
Data yang diperoleh dari gabungan data sistem pendokumentasian itu menyebutkan terdapat tiga jenis kekerasan tertinggi itu, yaitu kekerasan seksual dengan 14.174 korban, kekerasan psikis 11.230 korban dan kekerasan fisik 9.271 korban.
“Walaupun sebetulnya jenis kekerasan yang dialami oleh korban itu bisa lebih dari satu, jadi dia mungkin mengalami kekerasan seksual, juga mengalami kekerasan psikis dan juga kekerasan fisik. Nah, ini kondisinya sangat mengkhawatirkan, kekerasan seksual itu yang paling banyak dialami oleh perempuan,” kata Kepala Biro Data dan Informasi KEmenterian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Lies Rosdianty dalam Peluncuran Laporan Sinergi Basis Data Kekerasan Terhadap Perempuan, Selasa (18/7) secara daring di kanal YouTube KemenPPPA RI.
Tiga lembaga, yaitu Simfoni PPA Kemen PPPA, Sintas Puan oleh Komnas Perempuan dan sistem pendokumentasian Titian Perempuan oleh Forum Pengada Layanan (FPL), melakukan kolaborasi sejak 2020 untuk menguak fenomena gunung es kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.
Basis data sinergi ketiga institusi itu mengungkapkan jumlah pelaku kekerasan yang dilaporkan sebanyak 23.205, lebih sedikit dari jumlah korban. Hal ini dapat berarti bahwa satu pelaku melakukan kekerasan terhadap beberapa korban atau terdapat data pelaku yang tidak tercatat dalam sistem basis data tersebut.
“Jadi jumlah pelaku ini lebih kecil dibandingkan jumlah korban. Jadi banyak juga korban yang tidak mengetahui atau tidak bisa menyampaikan, tidak bisa melaporkan siapa pelaku dari kekerasan yang dialaminya,” jelas Lies.
Lebih lanjut Lies menuturkan bahwa kekerasan terhadap perempuan banyak terjadi di ranah privat atau domestic, tetapi dianggap normal oleh masyarakat karena alasan budaya, norma dan sebagainya. Pelaku kekerasan terbanyak dalam basis data ketiga institusi itu adalah suami, pacar, orang tua dan mantan pacar.
“Jadi orang-orang yang seharusnya menjadi pelindung buat dirinya ternyata justru menjadi pelaku kekerasan. Mungkin ini juga yang menghambat pelaporan kekerasan terhadap perempuan itu banyak yang tidak terlaporkan,” kata Lies.
Laporan Kekerasan Tertinggi di Jawa
Ketua Sub Komisi Pemantauan Komnas Perempuan Bahrul Fuad menjelaskan laporan kekerasan terhadap perempuan tertinggi masih berada di Jawa, yaitu Ibu Kota DKI Jakarta sebanyak 3.339 orang, disusul Jawa Timur 2.741 dan dan Jawa Tengah sejumlah 2.733. Sedangkan laporan kekerasan terhadap perempuan terendah berada di Sulawesi Barat.
“Ini kan kalau kita lihat yang mendominasi semuanya di Pulau Jawa, berarti infrastrukturnya itu cukup bagus. Tapi dibandingkan dengan tempat-tempat lain di luar Jawa, ini memang ada faktor-faktor terkait infrastruktur, jaringan komunikasi dan juga kesadaran publik terkait kekerasan terhadap perempuan,” jelas Bahrul.
BACA JUGA: Polisi Didesak Lebih Berpihak pada Korban dalam Kasus Perempuan dan AnakIa menambahkan masih rendahnya laporan kekerasan terhadap perempuan di luar pulau Jawa juga dikarenakan masih rendahnya kebiasaan untuk mendokumentasikan data yang dilakukan oleh pemerintah maupun organisasi sipil.
Pencegahan Kekerasan
Novita Sari anggota dari Forum Pengada Layanan menilai Kementerian Agama memiliki peran penting dalam menguatkan materi terkait kesetaraan gender dalam pendidikan atau kursus bagi calon pengantin, mengingat angka kekerasan tertinggi terjadi pada rumah tangga yang dilakukan suami kepada istri.
Your browser doesn’t support HTML5
“Ranah personal dalam konteks rumah tangga, kekerasan yang cukup tinggi berada di wilayah ini,” kata Novita Sari.
Selain itu, pemerintah perlu segera menerbitkan peraturan turunan dari Undang Undang Nomor 12 Tahun 2022 berupa Peraturan Presiden dan Peraturan Pemerintah tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual agar dapat maksimal mencegah, melindungi dan memulihkan korban kekerasan seksual. [yl/ah]