Salju tebal dan suhu dingin yang mencapai -25oC tengah melanda negara bagian Iowa, AS, tempat diselenggarakannya kaukus partai Republik pada Senin (15/1) malam, waktu setempat. Selama kaukus berlangsung, warga Iowa biasanya berkumpul di gedung-gedung olahraga milik sekolah, bar, dan lokasi lainnya untuk berdiskusi dan memperdebatkan para kandidat capres dari Partai Republik. Hasil dari kaukus diumumkan beberapa jam setelahnya.
Jelang kaukus tahun ini, kandidat yang juga mantan presiden AS, Donald Trump, dan kedua pesaing utamanya, mantan Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley and Gubernur Florida Ron DeSantis, terpaksa membatalkan beberapa acara kampanye tatap muka mereka di Iowa akibat cuaca buruk tersebut.
Namun, kondisi itu tidak menghalangi pendukung partai Republik, Carson Odle, untuk tetap menghadiri salah satu acara yang tidak dibatalkan Ron DeSantis.
Serupa dengan Odle, Cheryl Weisheit dari kota Ankeny, Iowa, juga menerjang badai salju demi mendengarkan argumen tim kampanye DeSantis.
Weisheit, yang juga ketua sebuah kelompok lokal pendukung Partai Republik, mengatakan bahwa menghadiri acara tatap muka merupakan hal yang penting baginya, karena ia masih belum tahu siapa yang harus ia dukung pada malam kaukus. Ia mempersempit pilihannya pada DeSantis dan Haley, tapi tidak pada Trump.
“Jika (pada akhirnya) Trump adalah kandidatnya, maka saya akan mendukungnya, namun saat ini dia bukanlah orang yang akan saya dukung dalam kaukus,” ujar Weisheit.
BACA JUGA: Trump Serang Jaksa dan Hakim dalam Persidangan Kasus Penipuan BisnisProfesor ilmu politik dari University of Iowa, Tim Hagle, mengatakan bahwa jika hasil kaukus di Iowa sama seperti hasil jajak pendapat selama ini, maka hal itu akan menyulitkan kandidat capres lain dari Partai Republik yang ingin menggeser posisi Trump sebagai kandidat capres terdepan di kaukus tersebut—dan akan mengurangi kesempatan mereka untuk meraih suara di luar Iowa.
“Jika Trump masih unggul 30 poin, atau bahkan lebih, tampaknya sangat tidak mungkin bagi DeSantis atau Haley untuk mengalahkan atau bahkan menyusulnya, karena artinya keduanya harus berebut suara pemilih anti-Trump,” papar Hagle.
Hagle juga menambahkan bahwa hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa masalah hukum yang dihadapi Trump tidak mengurangi dukungan terhadapnya.
“Mengingat Trump menghadapi dakwaan di empat lokasi berbeda, sidang kasus perdata dan kasus pencemaran nama baik di New York, sejumlah negara bagian mencoba untuk mencabut namanya dari surat suara, ini berarti—di mata para pendukungnya—negara-negara bagian itu mempersekusi Trump secara politik,” tambah Hagle.
BACA JUGA: Biden Target Trump dalam Pidato Membela Demokrasi sebagai Perjuangan SakralHasil jajak pendapat Des Moines Register/NBC News/Mediacom Iowa yang dirilis pada Sabtu (13/1) menunjukkan bahwa Trump merupakan pilihan teratas sebagai kandidat capres bagi 48% responden, diikuti oleh Haley dengan 20% suara, DeSantis dengan 16% suara, dan pengusaha Vivek Ramaswamy dengan 8% suara.
Namun, ada indikasi yang menunjukkan bahwa para pemilih juga sudah mulai muak. John Frank, pensiunan polisi Iowa yang sebelumnya mendukung Trump, memutuskan untuk tidak memilihnya lagi tahun ini. Ia akan mengikuti kaukus untuk DeSantis.
“Seperti halnya Joe Biden, Trump semakin menua, dan kita harus mempertimbangkan hal itu. Dia tidak pernah belajar selama hidupnya, terutama sepanjang perjalanan politiknya, untuk (tahu kapan) menutup mulut. [br/jm]