“Kebijakan dolar AS yang kuat” adalah penyebab utama anjloknya mata uang di banyak negara, terutama negara-negara berkembang, menurut para analis. Kebijakan itu menyebabkan dolar AS naik, sehingga menarik kembali modal dari negara-negara dengan ekonomi maju (emerging market). Itu membuat negara-negara berkembang dan perekonomian dunia berisiko.
Beberapa negara di Asia terdampak, seperti Jepang, Korea Selatan dan Indonesia, kata para analis. Bank sentral Jepang pada hari Jumat mempertahankan suku bunganya tidak berubah. Bank of Japan (BOJ) memutuskan untuk menetapkan suku bunga jangka pendek sekitar nol sampai 0,1 persen, sebulan, setelah bank itu mengakhiri kebijakan suku bunga negatif dalam kenaikan suku bunga pertamanya dalam 17 tahun.
Menurut laporan media pada hari Senin, nilai tukar Yen terhadap dolar AS turun tajam, mencapai tingkat terendah dalam 34 tahun. Karena mata uang adalah alat tukar, maka stabilitasnya berperan penting dalam bisnis, perdagangan, dan mata pencaharian.
Korea Selatan yang sektor pangan dan energinya sangat bergantung pada impor, mengalami inflasi tinggi akibat depresiasi Won, mata uang Korea Selatan.
Bagi negara-negara seperti Indonesia dan Vietnam yang sering mengalami defisit, serta tingkat inflasi dan utang luar negeri yang tinggi, turunnya mata uang mereka mempersulit pembayaran utang dan bunga, sehingga berisiko lebih besar terhadap stabilitas perekonomian mereka. [ps/ka]