Kebun Bunga Lebanon Jadi Inventif Agar Bertahan pada Krisis Ekonomi

  • Associated Press

Seorang penjual bunga menyiapkan bunga mawar untuk Hari Valentine di sebuah toko bunga di Beirut, 12 Februari 2010. (Foto: REUTERS/Cynthia Karam)

Sebuah perkebunan bunga di Lebanon membawa kegembiraan bagi warga di negara itu. Lebanon sedang menghadapi keruntuhan ekonomi – yang disebut-sebut sebagai salah satu yang terburuk di dunia dalam 150 tahun lebih.

Rania Younes mendirikan Fleurs du Liban setelah berakhirnya perang saudara di Lebanon. Sementara sebagian besar bunga diimpor, Younes ingin menyalurkan produk bunga lokal di pasar.

Bermula dari 120 meter persegi kebun tulip, perkebunan ini luasnya telah berkembang menjadi 600 ribu meter persegi di lima lokasi dan mempekerjakan lebih dari 120 staf.

Selama bertahun-tahun, perkebunan ini menghadapi banyak tantangan, karena permintaan akan bunga merosot seiring fluktuasi situasi keamanan di negara itu.

Seekor Burung Matahari Palestina memakan nektar bunga di desa Khiam di Lebanon selatan 6 Mei 2012. (Foto: REUTERS/Jamal Saidi)

"Selalu ada kesulitan di Lebanon, seperti masalah keamanan. Misalnya, dalam perang bulan Juli, kami membuang bunga selama 1,5 bulan. Setiap kali terjadi ledakan, sayangnya ini berpengaruh bagi negara dan ekonomi, karena bunga kami tidak dapat bertahan lama. Kami seperti indikator penting mengenai situasi keamanan di negara. Begitu terjadi sesuatu terkait keamanan di Lebanon, dan ini kerap terjadi, permintaan berkurang, dan kami mulai membuang bunga.”

Ketika terjadi krisis finansial yang disertai dengan pandemi virus corona di Lebanon, Younes mencari solusi lain untuk mempertahankan bisnisnya.

Salah satunya adalah mengeringkan bunga, yang dapat ia jual beberapa bulan kemudian.

Your browser doesn’t support HTML5

Kebun Bunga Lebanon Jadi Kreatif Agar Bertahan pada Krisis Ekonomi

Solusi lainnya adalah memulai jasa berlangganan yang membuat konsumen menerima kiriman rangkaian bunga setiap pekan. Layanan ini dimulai pada periode lockdown kedua Lebanon. Younes berharap dapat mengirimkan kegembiraan juga bagi orang-orang kesepian yang terkurung di rumah.

"Sewaktu orang membawa bagian alam ke rumah, khususnya pada masa-masa sulit yang kita hadapi, mereka menjadi tenang," kata dia.

Seorang gadis mengumpulkan bunga musim semi di lembah desa Khiam, dekat perbatasan Israel di Lebanon selatan, 27 April 2011. (Foto: REUTERS/Jamal Saidi)

Salah seorang pelanggannya adalah artis dan sutradara Roy Dib. Hubungan Dib dengan tanah airnya berubah banyak setelah ia turun protes di jalan-jalan pada tahun 2019-2020. Ketika terpaksa kembali ke Lebanon karena COVID-19, ia mulai menemukan hal-hal kecil yang membuat hidup terkurung dalam ruangan terasa lebih mudah.

Meskipun bunga dianggap barang mewah pada masa krisis finansial, Dib berpendapat bunga merupakan hal esensial untuk mempertahankan kesehatan mentalnya selama masa-masa sulit di negaranya.

"Negara sedang dalam keruntuhan. Kami dipimpin oleh elit politik yang melakukan kejahatan terhadap siapa pun yang tinggal di sini. Mayoritas teman saya telah meninggalkan Lebanon, dan saya mengambil keputusan untuk tidak pergi. Karena saya bertahan, saya memutuskan bahwa saya perlu menemukan detail kecil yang dapat membantu saya bertahan di sini. Bunga dan menerima bunga setiap pekan, membuat saya menyisihkan waktu dua jam untuk merangkainya di rumah. Kebahagiaan kecil yang saya peroleh dari bunga ini membantu saya melalui hari-hari saya," katanya.

BACA JUGA: Lebanon Alami Krisis Hubungan dengan Negara-negara Teluk

Keruntuhan ekonomi Lebanon disebut salah satu yang terburuk di dunia dalam 150 tahun lebih. Inflasi dan harga sembako meroket, dan Lebanon mengimpor lebih dari 80 persen barang kebutuhan dasarnya.

Kelangkaan pasokan dasar, termasuk BBM dan obat, serta restriksi dalam penarikan dan transfer uang di bank, khususnya dalam valuta asing, meningkatkan keputusasaan rakyat Lebanon yang pernah menjadi negara berpenghasilan menengah. Kini kemiskinan meningkat terus sementara politisi, yang dituding melakukan korupsi dan salah kelola selama bertahun-tahun, gagal memberi solusi drastis bagi krisis ini. [uh/ab]