Rania Younes mendirikan Fleurs du Liban setelah berakhirnya perang saudara di Lebanon. Sementara sebagian besar bunga diimpor, Younes ingin menyalurkan produk bunga lokal di pasar.
Bermula dari 120 meter persegi kebun tulip, perkebunan ini luasnya telah berkembang menjadi 600 ribu meter persegi di lima lokasi dan mempekerjakan lebih dari 120 staf.
Selama bertahun-tahun, perkebunan ini menghadapi banyak tantangan, karena permintaan akan bunga merosot seiring fluktuasi situasi keamanan di negara itu.
"Selalu ada kesulitan di Lebanon, seperti masalah keamanan. Misalnya, dalam perang bulan Juli, kami membuang bunga selama 1,5 bulan. Setiap kali terjadi ledakan, sayangnya ini berpengaruh bagi negara dan ekonomi, karena bunga kami tidak dapat bertahan lama. Kami seperti indikator penting mengenai situasi keamanan di negara. Begitu terjadi sesuatu terkait keamanan di Lebanon, dan ini kerap terjadi, permintaan berkurang, dan kami mulai membuang bunga.”
Ketika terjadi krisis finansial yang disertai dengan pandemi virus corona di Lebanon, Younes mencari solusi lain untuk mempertahankan bisnisnya.
Salah satunya adalah mengeringkan bunga, yang dapat ia jual beberapa bulan kemudian.
Your browser doesn’t support HTML5
Solusi lainnya adalah memulai jasa berlangganan yang membuat konsumen menerima kiriman rangkaian bunga setiap pekan. Layanan ini dimulai pada periode lockdown kedua Lebanon. Younes berharap dapat mengirimkan kegembiraan juga bagi orang-orang kesepian yang terkurung di rumah.
"Sewaktu orang membawa bagian alam ke rumah, khususnya pada masa-masa sulit yang kita hadapi, mereka menjadi tenang," kata dia.
Salah seorang pelanggannya adalah artis dan sutradara Roy Dib. Hubungan Dib dengan tanah airnya berubah banyak setelah ia turun protes di jalan-jalan pada tahun 2019-2020. Ketika terpaksa kembali ke Lebanon karena COVID-19, ia mulai menemukan hal-hal kecil yang membuat hidup terkurung dalam ruangan terasa lebih mudah.
Meskipun bunga dianggap barang mewah pada masa krisis finansial, Dib berpendapat bunga merupakan hal esensial untuk mempertahankan kesehatan mentalnya selama masa-masa sulit di negaranya.
"Negara sedang dalam keruntuhan. Kami dipimpin oleh elit politik yang melakukan kejahatan terhadap siapa pun yang tinggal di sini. Mayoritas teman saya telah meninggalkan Lebanon, dan saya mengambil keputusan untuk tidak pergi. Karena saya bertahan, saya memutuskan bahwa saya perlu menemukan detail kecil yang dapat membantu saya bertahan di sini. Bunga dan menerima bunga setiap pekan, membuat saya menyisihkan waktu dua jam untuk merangkainya di rumah. Kebahagiaan kecil yang saya peroleh dari bunga ini membantu saya melalui hari-hari saya," katanya.
BACA JUGA: Lebanon Alami Krisis Hubungan dengan Negara-negara TelukKeruntuhan ekonomi Lebanon disebut salah satu yang terburuk di dunia dalam 150 tahun lebih. Inflasi dan harga sembako meroket, dan Lebanon mengimpor lebih dari 80 persen barang kebutuhan dasarnya.
Kelangkaan pasokan dasar, termasuk BBM dan obat, serta restriksi dalam penarikan dan transfer uang di bank, khususnya dalam valuta asing, meningkatkan keputusasaan rakyat Lebanon yang pernah menjadi negara berpenghasilan menengah. Kini kemiskinan meningkat terus sementara politisi, yang dituding melakukan korupsi dan salah kelola selama bertahun-tahun, gagal memberi solusi drastis bagi krisis ini. [uh/ab]