Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah dalam pidatonya yang ditunggu-tunggu pada Jumat (3/11) berusaha menggambarkan kelompok ekstremis Hizbullah sebagai pembela yang gigih terhadap militan Hamas yang bertempur di Gaza tanpa melibatkan negaranya sendiri, Lebanon, ke dalam perang skala penuh dengan Israel.
Nasrallah juga membantah bertanggung jawab atas pembantaian 1.400 orang di Israel pada 7 Oktober, dan menggambarkannya sebagai “100 persen (serangan) warga Palestina,” dan mengatakan bahwa dia menganggap Amerika Serikat (AS) bertanggung jawab langsung atas perang yang mengakibatkan ribuan warga Palestina tewas.
Nasrallah tidak secara langsung mengumumkan niat kelompoknya untuk ikut berperang melawan Israel, seperti yang dikhawatirkan beberapa orang, namun mengemukakan alasan bahwa melalui baku tembak roket dan artileri selama berminggu-minggu dengan Israel, Hizbullah telah memasuki perang (dengan Israel).
BACA JUGA: Hizbullah Katakan 'Siap' Ambil Tindakan Lawan Israel Saat Waktunya TibaSelanjutnya, Nasrallah mengatakan bahwa peningkatan (ketegangan) lebih lanjut di front Lebanon adalah kemungkinan yang realistis, namun para analis mencatat bahwa dia menggambarkan tidak ada langkah konkrit yang akan diambil oleh Hizbullah.
Baik Hizbullah dan Hamas didukung oleh Iran dan berkomitmen untuk menghancurkan Israel. Amerika Serikat dan Uni Eropa telah menetapkan kedua kelompok tersebut sebagai organisasi teror.
Para analis mengatakan kepada VOA bahwa Nasrallah tampaknya telah menyesuaikan pernyataannya, dengan mempertimbangkan bahwa Lebanon tidak dapat menanggung kehancuran besar-besaran seperti yang terjadi di Gaza, karena saat ini Lebanon sudah terhuyung-huyung akibat krisis ekonomi yang melumpuhkan negara itu.
Mengenai front Lebanon di perbatasan utara Israel, dia mengatakan, “Semua opsi terbuka bagi kami, dan kami mempelajari semua opsi tersebut. Kami harus siap dan bersiap untuk semua opsi yang bisa terjadi di masa depan.”
Analis Lebanon Dania Koleilat Khatib mengatakan kepada VOA bahwa Hizbullah sedang memainkan perang psikologis terhadap Israel dengan terus menebak-nebak tindakan (Hizbullah) selanjutnya.
Nasrallah “menginginkan tiga hal: membuat IDF (Pasukan Pertahanan Israel) sibuk, bingung dan takut,” kata Khatib, presiden Pusat Penelitian untuk Kerja Sama dan Pembangunan Perdamaian di Beirut.
“Orang-orang mengharapkan dia mengatakan bahwa kami (Hizbullah) memasuki perang atau kami tidak akan ikut perang. Justru sebaliknya, dia mengatakan kita (Hizbullah) sudah memasuki perang. Kami akan berbuat lebih banyak. Saya pikir tujuan pidato ini adalah untuk meningkatkan kebingungan di kalangan warga Israel,” ujar Khatib.
Dia menambahkan bahwa hal terpenting yang diserukan oleh Nasrallah adalah perlunya gencatan senjata di Gaza untuk mencegah perang regional habis-habisan.
Nasrallah mengatakan Hizbullah “menganggap bahwa mereka sudah berperang, tidak hanya secara absolut, tetapi juga secara nyata sejak 8 Oktober,” menurut Rita Sassine dan Anthony Samrani, yang menulis di surat kabar Lebanon L’Orient Le Jour.
Hizbullah terlibat dalam serangan balasan di perbatasan utara Israel yang melibatkan roket, rudal, dan pesawat tak berawak berisi bahan peledak dengan peningkatan bertahap di kedua sisi. Hizbullah mengatakan pihaknya melancarkan 19 serangan serentak terhadap posisi Israel di bagian utara negara itu pada Kamis, dan sebelumnya mengatakan bahwa ini adalah serangan terbesar dalam lebih dari tiga minggu pertempuran.
Sassine dan Samrani juga merujuk pada pengumuman resmi Hizbullah mengenai “kematian setiap martirnya karena Hizbullah ingin menekankan bahwa mereka sama sekali tidak menghindari pertempuran, namun mereka sudah berpartisipasi secara aktif dalam memaksa Israel untuk memusatkan sebagian dari kekuatan (militer) mereka, sumber daya dan perhatian di perbatasan utaranya.”
Mereka mencatat bahwa Hizbullah telah mengumumkan kematian hampir 55 pejuang “dalam waktu yang relatif singkat.”
BACA JUGA: Pemimpin Hizbullah Langsungkan Pembicaraan dengan Tokoh-tokoh Senior Hamas dan Jihad Islam PalestinaNasrallah juga mendesak negara-negara Arab yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel untuk memulangkan utusan Israel, menghentikan perdagangan dan memutus semua hubungan lainnya. Dia juga meremehkan kehadiran dua kapal induk AS yang dikerahkan ke wilayah tersebut untuk mencegah Hizbullah dan Iran meningkatkan konflik menjadi perang regional.
“Mereka tidak membuat kami takut. Mereka tidak pernah membuat kami takut di masa lalu,” katanya.
Berbicara di Israel, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken memperingatkan bahaya perang yang lebih luas, dengan pertempuran di dua atau bahkan tiga front.
Blinken menegaskan kembali dukungan AS terhadap Israel ketika ia bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, namun ia mendesak Israel untuk mengambil langkah-langkah guna menghindari jatuhnya korban sipil, ketika jumlah korban jiwa di Palestina terus melonjak.
“Sangat penting, ketika menyangkut perlindungan warga sipil yang terjebak dalam baku tembak yang dilakukan Hamas, bahwa segala sesuatu harus dilakukan untuk melindungi mereka dan memberikan bantuan kepada mereka yang sangat membutuhkan, yang sama sekali tidak bertanggung jawab. atas apa yang terjadi pada 7 Oktober,” kata Blinken.
Dia juga menyerukan jeda kemanusiaan secara lokal ketika krisis di Gaza memburuk. Blinken mengatakan kepada para pemimpin Israel bahwa “Israel tidak akan pernah berdiri sendiri” dan bahwa “Israel mempunyai hak untuk membela diri dan kewajiban untuk membela diri.”
Namun dia mengatakan bahwa kegagalan Israel dalam melindungi warga sipil Palestina berdampak pada Hamas dan organisasi teroris lainnya. Blinken mengatakan akan ada peningkatan besar bantuan kemanusiaan ke Gaza dan upaya untuk mengeluarkan warga asing dari sana. [pp/ft]