Orang Amerika dikenal tergila-gila dengan minuman soda. Namun kali ini kecintaan itu beralih ke air putih.
NEW YORK —
Seiring kemungkinan dilarangnya penjualan soda ukuran gelas besar dan minuman manis lainnya di New York City, soda tidak lagi menjadi pilihan banyak orang. Sebagai penggantinya adalah H2O alias air putih.
Lebih dari dua dekade lamanya, soda merupakan minuman nomor satu di AS dengan konsumsi per kapita memuncak pada 1998 dengan 54 galon per tahun, menurut data dari Beverage Digest. Orang Amerika hanya minum 42 galon air putih per tahun saat itu.
Namun seiring berjalannya waktu, soda seringkali disalahkan untuk peningkatan tingkat obesitas, dan air putih kemudian menggantikannya.
Orang Amerika sekarang rata-rata minum 44 galon soda per tahun, atau turun 17 persen dibandingkan pada 1998. Pada saat yang sama, rata-rata air putih yang diminum naik 38 persen menjadi 58 galon per tahun. Jumlah itu termasuk konsumsi air botolan yang naik dua kali lipat menjadi 21 galon per tahun.
Stephen Ngo, seorang pengacara, beralih dari soda ke air putih setelah ia mulai ikut triaton beberapa waktu lalu.
“Entah sugesti atau apa, air putih rasanya lebih renyah,” ujar Ngo, 34.
Tren ini merefleksikan perubahan selera orang Amerika yang terus berubah. Belum lama air keran merupakan minuman teratas dalam daftar.
Namun pada 1980an, minuman ringan berkarbonasi mengambil alih sebagai minuman paling populer, dengan strategi pemasaran besar-besaran dari Coca-Cola dan PepsiCo yang memasang bintang beesar seperti almarhum Michael Jackson dan komedian Bill Cosby.
Kemudian keajaiban soda mulai pudar ketika banyak pihak, mulai dari dokter sampai aktivis kesehatan dan pejabat pemerintah, menyalahkan minuman bersoda karena membuat orang gemuk.
Pada saat yang sama, orang mulai beralih ke air botolan sebagai alternatif.
Popularitasnya dibantu kemunculan botol-botol air yang mudah dibawa ke mana-mana.
Sampai saat itu, air botol hanya dijual dalam ukuran besar dan dalam pendingin bagi orang yang tidak percaya pasokan airnya, ujar John Sicher, penerbit Beverage Digest.
Namun air botolan juga mulai menghadapi perlawanan serupa dengan soda karena dianggap tidak ramah lingkungan. Pemerintah kota Concord, Massachusetts, awal tahun ini melarang penjualan air botolan berukuran kurang dari 1 liter. University of Vermont menjadi universitas negeri pertama yang melarang penjualan air botolan.
Kota-kota lain mendorong kampanye untuk konsumsi air keran, seperti New York City, yang mempromosikan air keran berkualitas tinggi dan menyediakan pancuran di banyak tempat.
Sementara itu, perusahaan-perusahaan seperti Coca-Cola Co. dan PepsiCo Inc. berusaha agar orang minum lebih banyak soda lagi karena soda dan minuman lainnya yang mereka produksi, seperti jus dan minuman olahraga, lebih menguntungkan daripada air putih botolan.
Itulah sebabnya produsen minuman berinvestasi besar-besaran di negara berkembang seperti China dan India, yang memiliki kebiasaan minum soda yang terus meningkat. (AP/Candice Choi)
Lebih dari dua dekade lamanya, soda merupakan minuman nomor satu di AS dengan konsumsi per kapita memuncak pada 1998 dengan 54 galon per tahun, menurut data dari Beverage Digest. Orang Amerika hanya minum 42 galon air putih per tahun saat itu.
Namun seiring berjalannya waktu, soda seringkali disalahkan untuk peningkatan tingkat obesitas, dan air putih kemudian menggantikannya.
Orang Amerika sekarang rata-rata minum 44 galon soda per tahun, atau turun 17 persen dibandingkan pada 1998. Pada saat yang sama, rata-rata air putih yang diminum naik 38 persen menjadi 58 galon per tahun. Jumlah itu termasuk konsumsi air botolan yang naik dua kali lipat menjadi 21 galon per tahun.
Stephen Ngo, seorang pengacara, beralih dari soda ke air putih setelah ia mulai ikut triaton beberapa waktu lalu.
“Entah sugesti atau apa, air putih rasanya lebih renyah,” ujar Ngo, 34.
Tren ini merefleksikan perubahan selera orang Amerika yang terus berubah. Belum lama air keran merupakan minuman teratas dalam daftar.
Namun pada 1980an, minuman ringan berkarbonasi mengambil alih sebagai minuman paling populer, dengan strategi pemasaran besar-besaran dari Coca-Cola dan PepsiCo yang memasang bintang beesar seperti almarhum Michael Jackson dan komedian Bill Cosby.
Kemudian keajaiban soda mulai pudar ketika banyak pihak, mulai dari dokter sampai aktivis kesehatan dan pejabat pemerintah, menyalahkan minuman bersoda karena membuat orang gemuk.
Pada saat yang sama, orang mulai beralih ke air botolan sebagai alternatif.
Popularitasnya dibantu kemunculan botol-botol air yang mudah dibawa ke mana-mana.
Sampai saat itu, air botol hanya dijual dalam ukuran besar dan dalam pendingin bagi orang yang tidak percaya pasokan airnya, ujar John Sicher, penerbit Beverage Digest.
Namun air botolan juga mulai menghadapi perlawanan serupa dengan soda karena dianggap tidak ramah lingkungan. Pemerintah kota Concord, Massachusetts, awal tahun ini melarang penjualan air botolan berukuran kurang dari 1 liter. University of Vermont menjadi universitas negeri pertama yang melarang penjualan air botolan.
Kota-kota lain mendorong kampanye untuk konsumsi air keran, seperti New York City, yang mempromosikan air keran berkualitas tinggi dan menyediakan pancuran di banyak tempat.
Sementara itu, perusahaan-perusahaan seperti Coca-Cola Co. dan PepsiCo Inc. berusaha agar orang minum lebih banyak soda lagi karena soda dan minuman lainnya yang mereka produksi, seperti jus dan minuman olahraga, lebih menguntungkan daripada air putih botolan.
Itulah sebabnya produsen minuman berinvestasi besar-besaran di negara berkembang seperti China dan India, yang memiliki kebiasaan minum soda yang terus meningkat. (AP/Candice Choi)