Kedutaan Besar AS di Jakarta menggelar pementasan teater 'Hijabi Monologues Indonesia' yang berisi kisah-kisah para perempuan berhijab.
JAKARTA —
Setelah melakukan proses seleksi secara daring untuk penulisan kisah kehidupan perempuan berhijab, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia, bekerja sama dengan lembaga pendidikan Civic for Center Education, menampilkan kisah-kisah itu dalam sebuah pementasan teater berjudul ‘Hijabi Monologues Indonesia’.
Digelar di Pusat Kebudayaan @america, Jakarta, Selasa malam (22/10), pementasan itu menampilkan 10 monolog tentang kehidupan perempuan dan pengalaman pribadi mereka dalam menghadapi pandangan umum mengenai kepercayaan, politik serta pilihan hidup termasuk pilihan untuk memakai ataupun tidak memakai hijab atau jilbab.
Kesepuluh perempuan yang membawakan monolog ini bukanlah artis profesional, namun mereka adalah perempuan biasa yang lolos dalam audisi lokal.
Sejumlah kisah monolog ini ditulis oleh Laila Achmad, seorang jurnalis perempuan berhijab yang memenangkan kontes penulisan cerita lokal untuk Program Hijabi Monologues Indonesia.
“Saya menemukan pengumuman tentang kontes penulisan Hijabi Monologues ini secara tidak sengaja. Saya tertarik dan menyukai ide dan cerita-ceritanya. Hampir semua kisahnya saya tulis dengan hati,” ujarnya.
Awalnya Program Hijabi Monologues digagas oleh Sahar Ullah, Zeenat Rachman dan Dan Morrison pada 2006. Ketiganya adalah lulusan dari Universitas Chicago. Monolog ini dibuat bertujuan untuk menciptakan pemahaman yang lebih baik mengenai wanita berhijab di Amerika.
“Kami tidak pernah membayangkan pementasan ini dapat diselenggarakan di luar kota Chicago, dan ternyata sekarang ada di Indonesia,” ujar Sahar Ullah yang datang ke Jakarta.
Program Hijabi Monologues adalah sebuah program pementasan teater internasional yang memberikan ruang bagi perempuan muslim untuk berbagi kisah hidup dan pengalaman sehari-hari mereka dengan cara bercerita (storytelling). Kisah hidup yang diceritakan beragam, dari yang unik, lucu hingga mengharukan.
Kamilah Picket salah satu penulis dan penampil Hijabi Monologues dari Amerika mengatakan cara bercerita merupakan sesuatu yang sangat sederhana namun kompleks.
“Ketika kita bertemu orang, cara Anda berkenalan adalah dengan mengatakan sesuatu mengenai diri Anda dan kemudian bertukar cerita. Anda terus melakukannya, berbagi dan orang lain pun berbagi,” ujarnya.
Digelar di Pusat Kebudayaan @america, Jakarta, Selasa malam (22/10), pementasan itu menampilkan 10 monolog tentang kehidupan perempuan dan pengalaman pribadi mereka dalam menghadapi pandangan umum mengenai kepercayaan, politik serta pilihan hidup termasuk pilihan untuk memakai ataupun tidak memakai hijab atau jilbab.
Kesepuluh perempuan yang membawakan monolog ini bukanlah artis profesional, namun mereka adalah perempuan biasa yang lolos dalam audisi lokal.
Sejumlah kisah monolog ini ditulis oleh Laila Achmad, seorang jurnalis perempuan berhijab yang memenangkan kontes penulisan cerita lokal untuk Program Hijabi Monologues Indonesia.
“Saya menemukan pengumuman tentang kontes penulisan Hijabi Monologues ini secara tidak sengaja. Saya tertarik dan menyukai ide dan cerita-ceritanya. Hampir semua kisahnya saya tulis dengan hati,” ujarnya.
Awalnya Program Hijabi Monologues digagas oleh Sahar Ullah, Zeenat Rachman dan Dan Morrison pada 2006. Ketiganya adalah lulusan dari Universitas Chicago. Monolog ini dibuat bertujuan untuk menciptakan pemahaman yang lebih baik mengenai wanita berhijab di Amerika.
“Kami tidak pernah membayangkan pementasan ini dapat diselenggarakan di luar kota Chicago, dan ternyata sekarang ada di Indonesia,” ujar Sahar Ullah yang datang ke Jakarta.
Program Hijabi Monologues adalah sebuah program pementasan teater internasional yang memberikan ruang bagi perempuan muslim untuk berbagi kisah hidup dan pengalaman sehari-hari mereka dengan cara bercerita (storytelling). Kisah hidup yang diceritakan beragam, dari yang unik, lucu hingga mengharukan.
Kamilah Picket salah satu penulis dan penampil Hijabi Monologues dari Amerika mengatakan cara bercerita merupakan sesuatu yang sangat sederhana namun kompleks.
“Ketika kita bertemu orang, cara Anda berkenalan adalah dengan mengatakan sesuatu mengenai diri Anda dan kemudian bertukar cerita. Anda terus melakukannya, berbagi dan orang lain pun berbagi,” ujarnya.