Rapat Pleno Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya (Golkar) memastikan akan menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) meski pemerintah telah menerbitkan pengesahan kepengurusan partai hasil Musyawarah Nasional (Munas ) Bali pada 2014. Pemilihan Ketua Umum baru pun dipastikan akan menjadi agenda Munaslub yang akan digelar di Bali pada 15-17 Mei mendatang. Panitia Munaslub Golkar mewajibkan calon ketua umum menyetor Rp 1 milliar untuk biaya penyelenggaraan Munaslub.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro usai peluncuran buku mengembalikan Golkar ke hati rakyat di Jakarta, Minggu (8/5) mengatakan dalam pemilihan ketua umum, Partai Golkar telah memberikan citra positif karena telah memberikan peluang yang sama kepada semua kader tanpa melihat dari kubu mana mereka berasal, hingga muncul delapan calon.
Tetapi di sisi lain dia menyayangkan adanya persyaratan iuran satu milliar rupiah bagi para calon ketua umum Partai Beringin itu. Menurut Zuhro, Partai Golkar janganlah membuat tradisi baru karena hal itu justru menyebabkan Golkar dinilai buruk masyarakat karena seakan melegalkan politik uang.
Your browser doesn’t support HTML5
Jika ini diteruskan kata Zuhro maka sangat tidak menguntungkan bagi Golkar. Untuk itu Zuhro berharap panitia atau pemimpin Golkar mau merevisi peraturan yang mengharuskan adanya iuran Rp 1 milliar bagi para calon ketua umum.
"Memang tentu ini seolah-olah tidak ada money politic, sementara yang mengindikasikan adanya politik uang disitu tidak bisa dihindarkan akhirnya. Seharusnya cepat direvisi untuk tidak lagi menerapkan persyaratan-persyaratan yang seperti itu," tambah Zuhro.
Lebih lanjut Zuhro menambahkan dalam menyaring calon ketua umum Partai Golkar yang harus dikedepankan adalah integritas, kepemimpinan dan rekam jejak.
Persyaratan iuran satu milyar rupiah yang diterapkan Partai Golkar sekarang ini menurut Zuhro akan menjadi contoh buruk tidak hanya untuk Partai Golkar tetapi juga budaya politik yang saat ini sedang terus diperbaiki. Budaya politik tambahnya seharusnya tidak syarat dengan politik uang dalam pergantian kepengurusan, pilkada maupun pemilu.
Persyaratan satu milyar rupiah ini tambah Zuhro mengindikasikan bahwa Partai Golkar tidak bisa lepas dari bayang-bayang penggunaan uang.
"Kader yang mau nyalon sepatutnya dia betul-betul mengfokuskan dirinya bagaimana program dia kalau menjadi ketua umum, apa program dia sehingga Golkar yang terpuruk kemaren itu bisa bangkit kembali, mempromosikan kader-kadernya untuk pilkada dan pemilu, bukan bayar," ujarnya.
Penolakan terhadap pembayaran iuran satu milliar rupiah bagi calon ketua umum bukan hanya datang dari masyarakat, juga dari dalam Partai Golkar itu sendiri. Ada delapan kader yang ikut pemilihan Ketua Umum Partai Beringin ini, dua di antaranya yaitu Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo dan Politikus Senior Golkar Indra Bambang Utoyo, Setya Novanto, Azis Syamsuddin, Ade Komarudin, Airlangga Hartarto, Mahyudin dan Priyo Budi Santoso.
Sebelumnya Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tanjung juga menyatakan tidak setuju dengan peryaratan iuran satu miliar rupiah bagi calon ketua umum. Dia mengatakan iuran tersebut dapat menjadi preseden buruk bagi partai ke depannya. Iuran itu tambahnya bisa berlaku berjenjang sampai ke tingkat bawah seperti Kecamatan. Hal yang sama juga disuarakan Ketua Generasi Muda Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia. Menurutnya sekarang ini Partai Golkar selalu dikesankan oleh masyarakat sebagai Partai yang korupsi, melanggar hukum dan pembagian kekuasaan, dan itu harus diubah.
Ahmad mengatakan, "Munaslub harus kita jadikan momentum penting buat perubahan jadi seluruh gagasan perubahan, gagasan pembaharuan terhadap Golkar itu harus tumpah semua karena ini adalah momentum yang sangat penting dalam rangka memperbaiki Golkar ke depan."
Sekretaris Komite Pemilihan Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai GolkarAndi Sinulingga menilai sumbangan satu milyar rupiah oleh calon ketua umum merupakan langkah untuk memulai transparansi dana kampanye.
Andi menilai, uang yang dikeluarkan bisa lebih besar jika calon ketua umum melakukan kampanye sendiri. Aliran dananya pun dinilai tidak transparan. [fw/em]