Bank Indonesia menaikkan suku bunga ke tingkat tertingginya selama hampir delapan tahun terakhir, Rabu (24/4). Ini merupakan sebuah langkah tidak terduga untuk mendorong nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dolar, meskipun sejumlah intervensi sudah dilakukan di pasar mata uang.
Para ekonom sebelumnya memprediksi bahwa Bank Indonesia akan mempertahankan BI 7-day reverse repo rate (BI7DRR) pada enam persen. Tetapi Bank Indonesia justru menaikkannya 25 basis poin menjadi 6,25 persen, level yang tidak pernah terjadi sejak 2016.
Dua suku bunga utama lainnya juga dinaikkan sebesar 25 basis poin.
“Kenaikan suku bunga adalah untuk menguatkan nilai tukar rupiah terhadap kemungkinan memburuknya risiko global,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Rabu (24/4).
Sejak lepas dari pandemi COVID 19, Bank Indonesia telah bergabung dengan bank sentral lainnya di dunia dengan mengetatkan kebijakan keuangan untuk melawan inflasi yang meningkat.
Kenaikan harga-harga sebagian disebabkan oleh invasi Rusia ke Ukraina, yang memicu kenaikan harga energi dan pangan di seluruh dunia, begitu juga kemacetan rantai pasok dan masalah-masalah ekonomi lain yang terkait dengan pandemi.
Perry mengatakan bahwa kebijakan ini adalah sebuah “langkah preemtif dan berwawasan ke depan” untuk memastikan inflasi tetap berada di kisaran 1,5-3,5 persen target BI. Saat ini, angkanya berada di 3,05 persen.
Rupiah sebenarnya telah lebih kuat dibandingkan dengan mata uang negara-negara sekitar terhadap penguatan dolar AS, tetapi masih melemah lebih dari 5 persen sejak awal tahun ini, kata Perry, bahkan setelah serangkaian intervensi untuk mendukung mata uang ini.
Nilai dolar telah didorong oleh memudarnya ekspektasi terkait berapa kali Federal Reserve (Bank Sentral AS) akan memotong biaya pinjaman tahun ini, ketika inflasi di AS masih berada di atas target.
Para ekonom mengatakan, jika rupiah terus turun, Bank Indonesia mungkin akan melakukan pengetatan lebih jauh.
“Bank Sentral telah melakukan intervensi terhadap pasar mata uang asing untuk mendukung rupiah, dan menurut kami BI akan melanjutkan strategi ini, daripada melanjutkan siklus pengetatan,” kata Gareth Leather, ekonom senior Asia dari Capital Economics.
“Jika rupiah terus melemah, maka kemungkinan akan ada lebih banyak kenaikan (suku bunga),” lanjut dia. [ns/uh]