Kekacauan di Parlemen Filipina Menjelang Pidato Duterte

Seorang demonstran Filipina yang mengenakan topeng, mengecam kebijakan perang melawan narkoba pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte yang telah banyak memakan korban jiwa - dalam aksi protes yang bersamaan waktunya dengan pidato kenegaraan Duterte di depan parlemen Filipina, Senin (23/7).

Pertikaian para pemimpin terjadi di Dewan Perwakilan Rakyat Filipina yang disiarkan langsung di TV Senin (23/7), sempat menunda pidato tahunan Presiden Rodrigo Duterte serta pengesahan RUU otonomi daerah yang krusial untuk mengakhiri salah satu pemberontakan Muslim terlama di Asia.

RUU yang diusulkan itu, merupakan upaya penting terbaru pemerintah untuk mengakhiri pertempuran Muslim yang kerap berlangsung dalam setengah abad terakhir dan telah menewaskan lebih dari 120.000 orang serta menelantarkan sekitar dua juta orang lainnya.

Dalam pidato kenegaraannya kepada anggota Kongres Filipina, Presiden Filipina Rodrigo Duterte berjanji bahwa pemerintahannya tidak akan pernah menolak perangkat hukum mendasar bagi saudara-saudara Muslim untuk menentukan nasib sendiri dalam kerangka konstitusional negara.

Presiden Rodrigo Duterte memberikan pidato di depan parlemen Filipina di Manila, Senin (23/7).

"Beri saya waktu 48 jam untuk menandatanganinya dan meratifikasi undang-undang," tambahnya.

Selain kesepakatan otonomi Muslim, Duterte menegaskan kembali tekadnya untuk memerangi narkoba.

Duterte juga diperkirakan akan mengajukan RUU yang akan mengubah sistem pemerintahan negara itu ke sistem federal.

Langkah-langkah itu, termasuk membuka konstitusi negara 1987 bagi amandemen, ditentang oleh beberapa kelompok dan politisi oposisi, yang khawatir amandemen tersebut dirancang untuk memperpanjang pemerintahan Duterte dan memberinya kekuasaan diktator.

Ribuan pengunjuk rasa berdemonstrasi di luar Gedung DPR dimana Duterte berpidato. [my]