Baku tembak terjadi di jalan-jalan di sekitar taman utama di jantung ibu kota Port-au-Prince, Haiti, pada 21 Maret.
Satu orang, yang tidak menyebut namanya, sedang berjalan menjauhi aksi kekerasan itu ketika melihat wartawan VOA dan berhenti untuk menyampaikan apa yang dialaminya.
“Ada begitu banyak isu yang beredar. Saya berada di sini untuk berjualan dan saya tidak dapat melakukannya. Saya berusia 60 tahun sekarang. Saya tidak bisa hidup dalam tekanan seperti ini. Saya harus meninggalkan tempat ini dan kembali ke rumah," ujar seorang laki-laki.
Seorang laki-laki lain yang mengemudikan sepeda motor dengan kaki berdarah, berhenti sejenak supaya luka-lukanya dapat dibalut oleh seorang laki-laki lain, yang bersenjata dan mengenakan pakaian serba hitam.
BACA JUGA: PBB: Geng di Haiti Bunuh 1.500 Orang dalam 3 BulanSejumlah polisi berseragam melakukan patroli di jalan-jalan dan memerintahkan orang-orang agar meninggalkan kawasan itu, sementara lainnya menjaga pintu masuk sebuah pangkalan UDMO, singkatan untuk unit di Kepolisian Haiti yang bertanggungjawab mengendalikan kerumunan massa.
Lima hari kemudian, bekas-bekas kekerasan antarkelompok kriminal itu tampak nyata di Monseigneur Guilloux Street yang letaknya berdekatan dengan RS State Hopital Haiti. Ini merupakan klinik medis yang dijarah oleh anggota-anggota kelompok koalisi yang menyebut diri mereka sebagai Viv Ansanm. Beberapa bandit menjarah dan membakar sejumlah toko, termasuk satu toko di mana Jean Yves Policard bekerja selama 37 tahun.
Your browser doesn’t support HTML5
“Saya belum tahu berapa banyak kerugian yang saya derita. Berada dekat rumah sakit dan istana kepresidenan, saya tidak menyangka akan menghadapi situasi ini. Ketika saya melihat semua orang berlarian menuju bukit, saya berkata pada diri sendiri: 'Saya akan tetap tenang, karena dekatnya saya dengan tempat-tempat itu akan memberi saya semacam keamanan. Pada akhirnya, situasi sama sekali tidak aman," katanya.
Tidak adanya rasa aman membuat penduduk ibukota Haiti berkeliaran di reruntuhan mobil-mobil yang terbakar dan jalan-jalan yang dipenuhi puing-puing, tanpa mengetahui kapan kekerasan geng akan berakhir. [em/ka]