Dua tahun setelah Rusia melancarkan invasi besar-besaran ke Ukraina, yang memicu serangkaian sanksi Barat, Moskow semakin bergantung pada armada kapal bayangan untuk menghindari pembatasan ekspor minyaknya.
Menurut para pakar, armada kapal tanker yang disebut "hantu" karena kepemilikan yang tidak jelas atau minim asuransi membuat Kremlin tetap dapat melakukan ekspor meskipun ada embargo dan pembatasan harga minyak yang diberlakukan oleh Barat terhadap penjualan Rusia di pasar global.
Hal ini meningkatkan kekhawatiran atas berbagai risiko yang ditimbulkannya, serta kekhawatiran mengenai pendapatan berkelanjutan yang dihasilkan dari mesin perang Rusia.
Dalam usaha terbaru untuk menangani praktik tersebut, Amerika Serikat (AS) pada Jumat (23/2) memasukkan 14 kapal tanker Rusia yang dimiliki oleh perusahaan pelayaran milik negara Sovcomflot ke dalam daftar hitam.
Washington mengatakan pihaknya memiliki waktu 45 hari untuk membongkar minyak atau kargo lainnya dari 14 kapal tersebut sebelum penegakan hukum dilakukan.
BACA JUGA: Kapal-Kapal China Abaikan Desakan Vietnam untuk Tinggalkan Daerah Dekat Ladang Gas RusiaKyiv School of Economics (KSE) mendefinisikan "armada hantu" sebagai kapal komersial yang tidak dimiliki oleh negara-negara dalam koalisi G7 dengan Uni Eropa, atau yang tidak menggunakan asuransi perlindungan dan ganti rugi (P&I).
Kepemilikan sebenarnya atas kapal-kapal tersebut seringkali sulit diketahui karena tidak jelasnya asal usul perusahaan induk dan perantara yang digunakan.
Selalu Berkembang
Armada tersebut semakin popular sejak Rusia terkena embargo minyak, pembatasan harga minyak mentah Rusia, dan larangan menyediakan layanan pengiriman minyak melalui laut untuk menghentikan pendanaan perang dengan Ukraina.
Sebagai tanggapan, Moskow secara dramatis memangkas ketergantungannya pada layanan pelayaran Barat dengan membeli atau menyewa kapal tanker bayangan dan menawarkan layanan asuransinya sendiri.
“Program penghindaran sanksi skala industri Rusia menjadi semakin rumit dan canggih,” Lloyd’s List Intelligence memperingatkan pada Desember.
Hal ini menunjukkan keberadaan"'armada gelap' yang terus berkembang yang terdiri dari pengiriman barang-barang palsu dan jaringan bayangan perusahaan pelat kuningan serta perantara yang berada di luar jangkauan intervensi Barat."
Dalam laporan "Pelacak Minyak Rusia" pada Januari, KSE memperkirakan bahwa 196 kapal tanker bermuatan minyak mentah tersebut meninggalkan pelabuhan Rusia pada Desember.
Laporan tersebut mengungkapkan bahwa perusahaan pelayaran yang berpusat di UEA menjadi bagian kunci dari armada rahasia Moskow, sementara tiga kapal dengan bendera teratas yang mengangkut minyak adalah bendera Panama, Liberia, dan Gabon.
Lima perusahaan pelayaran baru yang berbasis di UEA “dengan struktur organisasi dan kepemilikan yang tidak transparan” telah mulai mengangkut minyak mentah Rusia tanpa asuransi P&I sejak November, kata KSE.
Perlindungan ini penting bagi kapal komersial yang menghadapi risiko perang, tabrakan, atau kerusakan lingkungan seperti tumpahan minyak.
Sekitar 90 hingga 95 persen pasar asuransi P&I terdiri dari perusahaan asuransi dari Uni Eropa dan Inggris, yang keduanya telah menjatuhkan sanksi terhadap Rusia.
Segelap Mungkin
KSE mengatakan hampir tiga perempat dari kapal tanker bayangan yang digunakan Moskow pada Desember dibangun lebih dari 15 tahun yang lalu.
Mereka secara teratur memperingatkan bahwa kapal-kapal tua menimbulkan “risiko lingkungan yang besar”, khususnya bagi Uni Eropa karena kapal-kapal yang tidak dirawat dengan baik berada di garis pantai beberapa negara Eropa.
BACA JUGA: Kepala Intelijen: Keamanan Aset Energi Penting bagi NorwegiaSetelah beberapa insiden yang melibatkan armada tersebut, Elisabeth Braw, peneliti senior di American Enterprise Institute, menulis di situs Politico pada Oktober lalu bahwa ini adalah bencana besar yang menunggu untuk terjadi.
“Kecelakaan ini bukan hanya disebabkan karena kapal-kapal tersebut sudah tua dan tidak dirawat dengan baik,” katanya.
Braw mencatat bahwa untuk menjadi "gelap mungkin", kapal sering kali mematikan sistem identifikasi otomatis (AIS) -- sinyal tipe GPS yang digunakan kapal komersial untuk menghindari tabrakan -- sehingga menambah risiko tambahan.
“Bayangkan jika jalanan di dunia dipenuhi dengan kendaraan yang tidak diasuransikan, tetapi tidak lolos inspeksi dan tidak menggunakan lampunya – itulah yang terjadi di lautan dunia,” tambahnya. [ah/ft]