Kelompok Dagang Slovenia Laporkan Reaksi China setelah PM Puji Taiwan

Perdana Menteri Slovenia Janez Jansa memberi isyarat saat menyampaikan pidato selama konferensi pers di Brdo Congress Centre, dekat Ljubljana, 6 Oktober 2021. (Foto: AFP)

Sebuah kelompok bisnis Slovenia menyatakan anggotanya menghadapi reaksi buruk dari China setelah PM Janez Jansa secara terbuka mendiskusikan harapannya memiliki hubungan lebih erat dengan Taiwan dalam sebuah wawancara. Ini menandai kasus terbaru China menolak menerima perbedaan pendapat mengenai isu otonomi Taiwan.

Pada 17 Januari lalu, Jansa mengatakan kepada media India bahwa ia berharap Taiwan dan Slovenia dapat membuka kantor perwakilan bersama. Ia juga memuji respons COVID-19 Taiwan dan mengatakan Taiwan harus menentukan hubungannya dengan China secara independen. Pembukaan kantor di Taiwan akan membuat Slovenia mengambil sikap yang sama dengan negara-negara anggota Uni Eropa lainnya, karena Slovenia hanya satu dari sedikit negara – termasuk Bulgaria, Kroasia, Estonia, Malta dan Romania – yang tidak memiliki misi Taiwan.

Kritik terhadap Jansa segera muncul dari pemerintah China yang menyebut pernyataannya “berbahaya.” China menganggap Taiwan sebagai provinsi dan menganggap tabu diskusi apa pun mengenai status politiknya yang disengketakan.

BACA JUGA: China Kerahkan Puluhan Pesawat Tempur ke Arah Taiwan

Selain itu, dalam beberapa hari setelah wawancara, Dewan Bisnis Slovenia-China mengatakan mitra-mitra China mereka telah “menghentikan kontrak dan keluar dari investasi yang telah disepakati,” kata Slovenian Press Agency. Kelompok bisnis itu dan organisasi induknya, CCIS – Kamar Dagang dan Industri Ljubljana, tidak segera menanggapi email pertanyaan VOA.

Pernyataan itu juga mendapat kecaman dari oposisi dan pengusaha Slovenia yang memiliki hubungan dengan China. Dalam tanggapan melalui email kepada VOA, Sasa Istenic, direktur Pusat Kajian Taiwan di University of Ljubljana, mengemukakan, pernyataan Jansa “merupakan sikap pribadinya yang tidak sejalan dengan sikap Majelis Nasional dan dapat sangat merusak hubungan kerja sama ekonomi Slovenia dengan China.”

Beberapa kelompok bisnis di Slovenia khawatir mereka dapat mengalami nasib yang sama dengan Lithuania, yang kini dikenai embargo perdagangan China sebagai pembalasan atas upayanya memiliki hubungan lebih dekat dengan Taiwan, kata Istenic.

“Pasar China masih tetap penting bagi perusahaan-perusahaan Slovenia dan pemerintah Slovenia tentu telah memberikan perhatian pada langkah-langkah pembalasan China yang ditujukan terhadap Lithuania,” kata Istenic. “Kami belum melihat seberapa jauh China bersedia bertindak untuk mencegah negara-negara anggota Uni Eropa meningkatkan hubungan mereka dengan Taiwan.”

Uni Eropa mempertahankan “Kebijakan Satu China” dengan mengakui Taiwan sebagai bagian dari negara China, dan secara tradisional memiliki hubungan yang tidak terlalu bergejolak dengan Beijing dibandingkan dengan AS. Tetapi perbedaan pendapat berkembang di dalam Uni Eropa dan beberapa negara di Eropa Tengah dan Timur juga telah mendapati bahwa janji-janji investasi China tidak berjalan seperti yang diharapkan sebelumnya, menurut laporan Central and Europe Center for Asian Studies tahun 2021. [uh/ab]