Kelompok HAM Kecam Indonesia Atas Pembunuhan 2 WNI di Hong Kong

Rurik George Caton Jutting (tengah) dikawal polisi dalam kendaraan menuju pengadilan di Hong Kong (3/11).

Pemerintah Indonesia dianggap kurang memiliki rasa akuntabilitas atas nasib pekerja Indonesia di luar negeri dan bersikap diam dan pasif dalam kasus pembunuhan ini.

Aktivis-aktivis hak asasi manusia di Hong Kong mengecam pemerintah Indonesia Kamis (6/11) karena "bersikap diam dan pasif" atas pembunuhan sadis dua perempuan muda di kota selatan China tersebut.

Bankir Inggris Rurik Jutting, 29, telah dituduh membunuh Sumarti Ningsih dan Seneng Mujiasih setelah polisi menemukan jenazah mereka yang dimutilasi di apartemen mewahnya di Hong Kong, Sabtu lalu.

Polisi sedang menyelidiki apakah kedua perempuan tersebut adalah pekerja seks, karena daerah lampu merah Wanchai berjarak hanya beberapa menit saja dari tempat kejadian perkara.

Pemerintah Indonesia "kurang memiliki rasa akuntabilitas atas nasib pekerja Indonesia di luar negeri dan... (telah) diam dan pasif dalam kasus Wanchai", menurut pernyataan dari Badan Koordinasi Migran Asia di Hong Kong.

"(Pemerintah) sepertinya malu dengan peristiwa ini dan fokus pada investigasi mengenai latar belakang dan profesi para korban, bukannya kejahatan yang dilakukan terhadap warga-warga negaranya," ujar juru bicara Eni Lestari.

Kelompok itu menuntut penyelidikan yang menyeluruh dan hukuman maksimal bagi pembunuh.

Orangtua Sumarti telah menyerukan agar pembunuh putrinya dihukum mati, meski Hong Kong tidak mengenal hukuman tersebut.

Seneng masuk ke kota itu dengan visa pekerja domestik pada 2010, namun masa berlakunya telah habis dua tahun lalu, sementara Sumarti datang dengan visa turis pada Oktober.

Eni mengatakan pemerintah Jakarta menyerahkan pekerja-pekerja migrannya -- banyak diantaranya bekerja di luar negeri untuk keluar dari kemiskinan di tanah air -- pada belas kasih agen-agen berizin pemerintah yang tak bermoral, yang memasang harga selangit sehingga para pekerja itu kesulitan membayar kembali.

"Pemerintah Indonesia munafik karena lepas tangan dalam pembunuhan di Wancahi, padahal faktanya telah secara aktif menjual warga-warga negaranya ke luar negeri untuk bekerja dalam pekerjaan-pekerjaan yang berbahaya seperti pengurus rumah tangga dan menutup mata terhadap prostitusi perempuan Indonesia di luar negeri," ujar Eni.

Pemerintah Indonesia tidak dapat dimintai keterangan. Kementerian Luar Negeri mengatakan akan menyediakan bantuan hukum bagi keluarga korban, sementara Kementerian Tenaga Kerja mengatakan akan menyelidiki agen-agen tenaga kerja lokal yang telah mengirim perempuan-perempuan ke Hong Kong.

Pada November, Amnesty International mengutuk kondisi-kondisi "seperti perbudakan" yang dihadapi ribuan perempuan Indonesia yang bekerja di Hong Kong sebagai pembantu rumah tangga.

Agen-agen tenaga kerja berizin pemerintah di Indonesia "secara rutin menipu perempuan mengenai gaji dan biaya, merampas dokumen identitas dan barang milik lainnya sebagai jaminan, dan menimpakan biaya lebih tinggi daripada yang ditentukan undang-undang", menurut Amnesty.

Dua pertiga dari pembantu rumah tangga yang mereka wawancara untuk laporan khusus tersebut mengatakan mereka telah mengalami kekerasan fisik dan mental. (AFP)