Kelompok HAM Kecam Junta Militer Thailand

Jenderal Prayuth Chan-ocha

Sebuah kelompok HAM terkemuka mengatakan pengangkatan Jenderal Prayuth Chan-ocha sebagai PM Thailand "tidak memajukan HAM atau tidak mengembalikan negara itu ke pemerintahan yang demokratis."

Human Rights Watch mengatakan bahwa penindasan luas terus terjadi tiga bulan setelah militer mengambil alih kekuasaan.

Pemilihan panglima militer berusia 60 tahun itu dengan suara bulat hari Kamis adalah sebuah kepastian, karena ia adalah satu-satunya kandidat untuk jabatan itu. Prayuth telah memimpin junta Thailand sejak menyingkirkan pemerintahan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra dari kekuasaan pada tanggal 22 Mei lalu.

Dalam sebuah pernyataan hari Jumat, Human Rights Watch mengatakan junta itu "terus menindak keras orang-orang yang menggunakan hak dan kebebasan fundamental mereka dan tidak membuat kemajuan sesungguhnya untuk memulihkan pemerintahan yang demokratis."

Dikatakan militer "telah memberlakukan penyensoran luas, sebagian besar melarang pertemuan publik dan kegiatan politik lainnya, melakukan ratusan penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, dan mengabaikan tuduhan penyiksaan dan penganiayaan."

Prayuth akan mengundurkan diri sebagai panglima militer bulan depan. Dia berencana untuk tetap memegang jabatan sampai pemilu baru diadakan pada akhir 2015.

Thailand telah dilanda kerusuhan politik sejak tahun 2006, ketika mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra, kakak Yingluck Shinawatra, digulingkan dalam kudeta militer pada tahun 2006. Thaksin dan adiknya ditentang keras oleh elit politik tradisionalis Bangkok.