Menurut kelompok HAM perempuan di Pakistan, jumlah kekerasan terhadap perempuan di negara itu naik dalam setahun belakangan.
Ribuan perempuan diculik, dibunuh, dan diperkosa di Pakistan setiap tahun, menurut Yayasan Aurat di Pakistan, kelompok yang memantau laporan media mengenai aksi kekerasan terhadap perempuan.
Menurut laporan terbaru Aurat, masalah infrastruktur dan sistem peradilan yang tidak efektif di Pakistan, bersama praktik budaya kuno, menjadikan isu kekerasan terhadap perempuan tidak ditangani baik.
Dalam tahun-tahun belakangan Pemerintah Pakistan telah melembagakan peraturan yang melindungi hak-hak perempuan. Namun, tidak ada hukum yang mengatur kekerasan rumah tangga, kata Direktur Aurat, Naeem Mirza, dan hukum atas pembunuhan terhormat dan bentuk-bentuk lain kekerasan gender kurang diberlakukan secara tegas.
“Meski ada beberapa upaya yang disuarakan organisasi-organisasi masyarakat madani dan anggota-anggota parlemen, tidak ada, seperti telah saya katakaa sebelumnya, upaya serius oleh pemerintah untuk mengatasinya,” paparnya.
Guru besar kajian gender dan sekaligus pendukung HAM, Farzana Bari, mengatakan, kekerasan hanyalah satu segi diskriminasi gender di Pakistan. Ia mengatakan, diskriminasi ada di semua sektor, mulai dari pendidikan sampai bisnis.
Contohnya, program-program seperti kredit candak kulak yang ditujukan untuk membantu perempuan di Pakistan nampaknya tidak mencapai sasaran. Bank Dunia baru-baru ini mengatakan bahwa antara 50 sampai 70 persen kredit candak kulak bagi perempuan ternyata digunakan oleh kerabat laki-laki.
Menurut laporan Kesenjangan Gender Global yang diterbitkan minggu ini oleh Forum Ekonomi Global, Pakistan sekarang menempati urutan ke-134 dari 135 negara terkait partisipasi perempuan dalam ekonomi.
Hasilnya, kata Profesor Farzana Bari, negatif.
Anis Haroon, Ketua Komisi Nasional mengenai Status Perempuan yang didukung pemerintah, tidak menyinggung laporan baru itu secara khusus, tetapi mengatakan kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan di Pakistan meningkat dalam tiga dekade terakhir. Ia mengaitkan kecenderungan itu, sebagian, dengan bertambahnya Islamisasi di negara itu, dan munculnya kekerasan secara keseluruhan
Haroon mengatakan, dalam tiga tahun belakangan, enam rancangan undang-undang yang melindungi perempuan dari kekerasan, seperti disiram dengan air cuka, disahkan. Namun, ia mengakui, merupakan perjuangan berat untuk membela hak-hak perempuan.
“Kita bisa mempertahankan sebagian ruang gerak kita, dan mengupayakan yang terbaik, dan kita terus menerus mendesak untuk bisa meluaskan ruang gerak kita, tetapi ini adalah perjuangan berat. Saya tidak mengatakan kita harus menyerah, tetapi upaya ini memang sulit,” ujar Haroon.
Namun, Mirza mengatakan, generasi muda sekarang, seperti aktivis remaja Malala Yousafzai, berani menentang hambatan struktur dan budaya. Banyak pihak di Pakistan marah ketika Yousafzai ditembak dan dilukai oleh Taliban karena pandangan-pandangannya.
Menurut laporan terbaru Aurat, masalah infrastruktur dan sistem peradilan yang tidak efektif di Pakistan, bersama praktik budaya kuno, menjadikan isu kekerasan terhadap perempuan tidak ditangani baik.
Dalam tahun-tahun belakangan Pemerintah Pakistan telah melembagakan peraturan yang melindungi hak-hak perempuan. Namun, tidak ada hukum yang mengatur kekerasan rumah tangga, kata Direktur Aurat, Naeem Mirza, dan hukum atas pembunuhan terhormat dan bentuk-bentuk lain kekerasan gender kurang diberlakukan secara tegas.
“Meski ada beberapa upaya yang disuarakan organisasi-organisasi masyarakat madani dan anggota-anggota parlemen, tidak ada, seperti telah saya katakaa sebelumnya, upaya serius oleh pemerintah untuk mengatasinya,” paparnya.
Guru besar kajian gender dan sekaligus pendukung HAM, Farzana Bari, mengatakan, kekerasan hanyalah satu segi diskriminasi gender di Pakistan. Ia mengatakan, diskriminasi ada di semua sektor, mulai dari pendidikan sampai bisnis.
Contohnya, program-program seperti kredit candak kulak yang ditujukan untuk membantu perempuan di Pakistan nampaknya tidak mencapai sasaran. Bank Dunia baru-baru ini mengatakan bahwa antara 50 sampai 70 persen kredit candak kulak bagi perempuan ternyata digunakan oleh kerabat laki-laki.
Menurut laporan Kesenjangan Gender Global yang diterbitkan minggu ini oleh Forum Ekonomi Global, Pakistan sekarang menempati urutan ke-134 dari 135 negara terkait partisipasi perempuan dalam ekonomi.
Hasilnya, kata Profesor Farzana Bari, negatif.
Anis Haroon, Ketua Komisi Nasional mengenai Status Perempuan yang didukung pemerintah, tidak menyinggung laporan baru itu secara khusus, tetapi mengatakan kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan di Pakistan meningkat dalam tiga dekade terakhir. Ia mengaitkan kecenderungan itu, sebagian, dengan bertambahnya Islamisasi di negara itu, dan munculnya kekerasan secara keseluruhan
Haroon mengatakan, dalam tiga tahun belakangan, enam rancangan undang-undang yang melindungi perempuan dari kekerasan, seperti disiram dengan air cuka, disahkan. Namun, ia mengakui, merupakan perjuangan berat untuk membela hak-hak perempuan.
“Kita bisa mempertahankan sebagian ruang gerak kita, dan mengupayakan yang terbaik, dan kita terus menerus mendesak untuk bisa meluaskan ruang gerak kita, tetapi ini adalah perjuangan berat. Saya tidak mengatakan kita harus menyerah, tetapi upaya ini memang sulit,” ujar Haroon.
Namun, Mirza mengatakan, generasi muda sekarang, seperti aktivis remaja Malala Yousafzai, berani menentang hambatan struktur dan budaya. Banyak pihak di Pakistan marah ketika Yousafzai ditembak dan dilukai oleh Taliban karena pandangan-pandangannya.