Puluhan pengunjuk rasa masih ditahan di China setelah berpartisipasi dalam aksi protes terhadap pemerintah tahun lalu, kata Human Rights Watch, Kamis (26/1). Kelompok HAM itu bahkan menambahkan bahwa keberadaan beberapa di antara mereka hingga kini masih belum diketahui.
Para pengunjuk rasa berkumpul di sejumlah kota di berbagai pelosok negara itu November lalu untuk menyerukan diakhirinya kebijakan pembatasan nol-COVID. Dalam beberapa kasus, protes itu juga menuntut kebebasan politik yang lebih besar.
Partai Komunis yang berkuasa menghapus strategi penanggulangan virusnya pada bulan berikutnya, dan setelah itu gelombang infeksi menyebabkan lonjakan rawat inap dan kematian.
Sejumlah juru kampanye dan media melaporkan dalam beberapa pekan terakhir bahwa pihak berwenang China diam-diam menahan sejumlah pengunjuk rasa yang tidak diketahui jumlahnya, termasuk mahasiswa dan jurnalis.
BACA JUGA: Pasien COVID Meningkat, Rumah Sakit Beijing Kehabisan Tempat TidurPada hari Kamis, Human Rights Watch mendesak Beijing untuk "segera membebaskan dan membatalkan semua tuduhan terhadap semua orang yang ditahan karena berpartisipasi dalam protes 'kertas putih'" – sebuah istilah yang merujuk pada lembar kosong yang menunjukkan penentangan terhadap sensor pemerintah.
"Kaum muda di China memberikan pengorbanan besar karena berani berbicara untuk kebebasan dan HAM," kata Yaqiu Wang, peneliti senior masalah China di LSM yang berbasis di AS itu.
"Pemerintah dan lembaga internasional di seluruh dunia harus menunjukkan dukungan dan meminta otoritas China untuk segera membebaskan mereka."
Pemerintah China dan media pemerintah tidak banyak mengakui adanya protes tersebut – yang beberapa di antaranya terjadi di kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai dan tidak secara langsung menyebutkan melakukan penahanan.
Tetapi sebuah badan pengawas untuk penegakan hukum dalam negeri mengatakan November lalu bahwa mereka akan "mengambil tindakan terhadap mereka yang mengganggu ketertiban sosial" sebagai peringatan bagi para demonstran. [ab/uh]