Puluhan orang korban Bom Kuningan, aktivis anti kekerasan dari mahasiswa perguruan tinggi dan masyarakat yang tergabung dalam Forum Kuningan melakukan peringatan 10 tahun peristiwa bom kuningan di depan kantor Kedutaan Besar Australia di Jalan HR Rasuna Said Kuningan Jakarta, Selasa (9/9). Peringatan ini berlangsung singkat dengan melakukan tabur bunga dan meletakan karangan bunga di depan pintu masuk kedubes.
Nanda Olivia Daniel (34 tahun) salah seorang aktivis Forum Kuningan menjelaskan peringatan ini berlangsung setiap tahun dengan harapan tidak ada lagi teror bom di Indonesia.
"Hari ini kita memperingati 10 tahun bom Kuningan. Kita dan teman-teman ngadain aksi damai bagi-bagi bunga dan selebaran juga peletakan karanganbunga. Harapan kita semoga ga ada lagi teror bom di Indonesia. Dan 'gak ada lagi yang kena bujuk rayu untuk ikut kegiatan teroris ini," kata Nanda Olivia Daniel.
Your browser doesn’t support HTML5
"Forum Kuningan" menurut Nanda, adalah kumpulan para korban bom kuningan termasuk para keluarganya. Aktifitas utamanya adalah saling berbagi pengalaman untuk pemulihan fisik dan mental dari para korban dan para keluarga yang ditinggalkan, serta saling mendukung secara materiil jika ada yang membutuhkan.
"Pada dasarnya kita tu ada untuk nguatin satu sama lain. Karena banyak beberapa teman yang banyak kehilangan tulang punggung keluarganya. Kita berikan support moral dan materiil. Trus juga kita ngadain penyuluhan ke beberapa sekolah supaya mereka itu ga kena pengaruh para teroris itu," lanjut Nanda Olivia Daniel.
Hingga 10 tahun peristiwa bom Kuningan ini, Nanda mengaku masih ada beberapa korban yang masih mengalami trauma jika melintas di depan kantor kedutaan besar Australia. Termasuk menurutnya untuk datang di acara peringatan ini.
"Masih banyak teman-teman kita yang ngalami trauma apalagi keluarga yang ditinggalkan. Itu bisa dilihat dari beberapa teman yang tidak mau hadir di acara peringatan ini. Mereka bilang rasanya kayak buka lama. Ga ikutan deh kirim doa aja, begitu kata mereka," jelasnya.
Nanda yang juga korban dari peledakan bom itu menuturkan peristiwa kelam itu kepada VOA.
"Pas kejadian saya ada di dalam bis Kopaja seberang gedung Plaza 89 mau ke kampus. Ga lama bis itu berhenti di depan halte, bom itu meledak. Sangat cepat kejadiannya. Lalu ada suara mendesing panjang sekali..tiiiittt begitu. Saya cedera di tangan saya. Ada tulang yang hilang atau lepas mulai dari tangan pergelangan hingga ruas jari. Saat kejadian saya ke rumah sakit sama motor ojeg. Saya di rawat di rumah sakit Medistra Kuningan Jakarta selama sebulan lalu pindah rawat ke Australia. Semua biaya ditanggung pemerintah Australia," tutur Nanda.
9 September 2004, sebuah bom mobil meledak di depan pintu masuk Kedutaan Besar Australia sekitar jam 10.30 WIB. Jumlah korban tewas akibat bom bunuh diri itu ada 9 orang diantaranya satuan pengaman (satpam) kedubes, staf, para pemohon visa, serta masyarakat yang melintas di daerah itu. 141 orang menderita luka-luka, namun tidak ada warga Australia yang menjadi korban. Beberapa bangunan di sekitar tempat kejadian mengalami kerusakan.
Pelaku peledakan bom bunuh diri ini bernama Heri Golun alias Heri Kurniawan. Heri warga Sukabumi Jawa Barat tewas di dalam mobil boks pengangkut bom itu. Pelaku lainnya adalah Iwan Darmawan alias Rois, Ahmad Hasan, dan Apui masing-masing divonis hukuman mati karena dianggap sebagai otak pelaku. Sementara Heri Sigu Samboja alias Neri Anshori divonis 7 tahun penjara dengan tuduhan menyiapkan mobil boks pengangkut rangkaian bom.
Berturut-turut sebelumnya juga terjadi serangan bom bunuh diri di Bali pada 2002 dan di hotel JW Marriot Jakarta pada 2003.
Pengamat teroris Al Chaidar kepada VOA memprediksi aksi terorisme di Indonesia masih akan terjadi di era kepemimpinan Joko Widodo. Jika tidak segera dicegah sejak dini maka kelompok radikal ini akan semakin membesar.
"Kerikil ini semakin membesar sekarang. dan ini sangat cukup mengganggu kehidupam bermasyarakatdan bernegara yang ada di Indonesia. Kalau ini tidak diatasi secara serius saya kira akan terjadi apa yang disebut terrorism emergency. Dan kelompok-kelompok teroris ini sudah mulai membuat wilayah-wilayah basis mereka sendiri dan itu tidak bisa dijangkau oleh negara," komentar Al Chaidar.