Keluarga Salahkan Militan Rohingya atas Pembunuhan Pemimpin Komunitas

Mohib Ullah (tengah), pemimpin komunitas Rohingya, berpidato di sebuah upacara peringatan ulang tahun kedua penumpasan militer yang mendorong eksodus besar-besaran orang dari Myanmar ke Bangladesh, di kamp pengungsi Kutupalong, Ukhia, 25 Agustus 2019. (MUNIR UZ ZAMAN / AFP)

Saudara lelaki pemimpin komunitas Rohingya Mohib Ullah, Kamis (30/9) menyalahkan militan yang membunuh korban di sebuah kamp pengungsi Bangladesh karena popularitas dan kegiatannya dalam bidang HAM.

Mohib Ullah dalam beberapa tahun ini tampil sebagai salah satu wakil paling menonjol di antara sekitar 850 ribu Rohingya yang mengungsi di kamp-kamp di Bangladesh sejak mereka lari menghindari kekerasan di Myanmar pada tahun 2017.

Sejumlah penyerang tak dikenal menembak mati Mohib Ullah, Rabu malam (29/9), mendorong pihak berwenang Bangladesh mengerahkan ratusan polisi bersenjata tambahan di kamp-kamp pada hari Kamis.

Hingga 25 ribu orang menghadiri salat jenazah di kamp utama Kutupalong pada hari Kamis, kata polisi. Nazir Hossain, seorang pemimpin Rohingya, mengatakan jumlahnya mencapai 200 ribu orang.

Aparat penegak hukum mengamankan area di kamp Pengungsi Kitupalong di Ukhia, 30 September 2021 sehari setelah penyerang tak dikenal menembak mati Mohib Ullah, pemimpin komunitas Rohingya di luar kantornya di sebuah kamp pengungsi. (Tanbir MIRAJ / AFP)

Habib Ullah mengatakan kepada AFP bahwa saudaranya telah menerima ancaman pembunuhan dari Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (ARSA) dalam beberapa bulan ini, dan bahwa sedikitnya delapan lelaki dari kelompok tersebut ambil bagian dalam serangan itu.

“Laskar ARSA telah melakukan pembunuhan ini. Mereka kerap mengancam untuk membunuh saudara saya,” katanya. “ARSA tidak hanya membunuh saudara kami. Mereka membunuh pemimpin besar kami.”

Polisi telah menyatakan sedikitnya empat penyerang tak dikenal terlibat dalam penembakan, yang terjadi sewaktu Mohib Ullah sedang berbincang dengan para pemimpin komunitas lainnya di luar kantornya.

Mohib Ullah, 48, telah mendirikan Masyarakat Rohingya Arakan bagi Perdamaian dan Hak Asasi Manusia (ARSPH), sebuah organisasi HAM berbasis komunitas yang mendokumentasikan kekejaman yang diduga dilakukan terhadap kelompok tersebut oleh militer Myanmar selama serangan tahun 2017.

Serangan tersebut mendorong ratusan ribu orang dari kelompok minoritas yang sebagian besarnya Muslim dan telah lama ditindas itu untuk melarikan diri ke Bangladesh, di mana mereka masih tinggal di sana empat tahun kemudian, di kamp-kamp pengungsi yang kumuh.

Mohib Ullah, pemimpin Masyarakat Rohingya Arakan untuk Perdamaian dan HAM, berbicara kepada orang-orang Rohingya lainnya di kamp Kutupalong, Cox's Bazar, Bangladesh, 7 April 2019.

Mantan guru itu menjadi terkenal setelah kelompoknya mengadakan rapat umum besar-besaran untuk memperingati tahun kedua penindasan terhadap mereka pada tahun 2019. Rapat umum itu diperkirakan dihadiri oleh 200 ribu Rohingya.

Pada tahun itu, Mohib Ullah juga bertemu dengan presiden AS ketika itu Donald Trump di Gedung Putih dalam pertemuan mengenai kebebasan beragama, dan berbicara dalam pertemuan HAM PBB di Jenewa.

Pemerintahan AS yang sekarang ini hari Kamis menyatakan “sangat sedih dan risau” atas pembunuhan Mohib Ullah.

“Kami mendesak investigasi penuh dan transparan atas kematiannya untuk menuntut pertanggungjawaban pelaku kejahatan keji ini,” kata Menteri Luar Negeri Antony Blinken dalam sebuah pernyataan. [uh/lt]