Dua belas orang di Inggris telah meninggal akibat virus corona varian omicron, kata Deputi PM Inggris Dominic Raab pada Senin (20/12). Ia menolak mengesampingkan restriksi sosial yang lebih ketat sebelum Natal.
Inggris telah melaporkan kasus COVID-19 yang levelnya mencapai rekor. Para pejabat dan menteri memperingatkan bahwa dampak penuh gelombang terbaru belum terlihat.
Omicron, yang pertama kali dideteksi bulan lalu di bagian selatan Afrika dan Hong Kong, telah menyebar ke seluruh dunia dan sejauh ini dilaporkan keberadaannya di sedikitnya 89 negara. Varian ini diketahui sangat mudah menular, tetapi tingkat keparahan penyakit yang disebabkannya masih belum jelas.
Selain 12 kematian, Raab mengatakan 104 orang sekarang ini dirawat di rumah sakit karena terjangkit omicron. Para pejabat memperingatkan pekan lalu bahwa tingkat rawat inap dapat mencapai rekor sementara dampak lonjakan terbaru terus menyebar di tengah masyarakat.
Ketika ditanya apakah pemerintah akan memberlakukan pembatasan lebih jauh sebelum Natal, Raab mengatakan kepada Times Radio, “Saya tidak dapat memberikan jaminan pembatasan yang ketat.”
“Dalam mengevaluasi situasi, kami sangat bergantung pada data nyata yang masuk dan ini akan perlu waktu untuk mengevaluasi isu penting mengenai tingkat keparahan omicron ini,” lanjutnya.
BACA JUGA: Kepala Urusan Medis Inggris: Omicron Tampaknya Akan MemburukKeputusan apa pun untuk membatasi bagaimana masyarakat dapat merayakan Natal akan menimbulkan biaya politik yang tinggi bagi PM Boris Johnson, yang otoritasnya telah dilemahkan oleh berbagai pertanyaan apakah ia dan stafnya melanggar aturan lockdown tahun lalu.
Johnson juga menghadapi pembangkangan besar-besaran di parlemen pekan lalu sewaktu legislator dari partainya sendiri menolak pengetatan aturan terkait COVID-19.
Untuk meloloskan aturan baru, yang mencakup perintah mengenakan masker di tempat-tempat umum, Johnson harus mengandalkan dukungan dari partai oposisi utama, Partai Buruh. [uh/ka]