Mantan perdana menteri Thailand Thaksin Shinawatra diperkirakan akan kembali ke negara kerajaan itu dari pengasingan pada Selasa (22/8). Banyak pengamat menilai, kehadirannya bisa menimbulkan ketidakstabilan baru pada saat parlemen bersiap memilih perdana menteri baru setelah tiga bulan kebuntuan politik.
Thaksin, 74, adalah politisi paling berpengaruh dan kontroversial dalam sejarah Thailand baru-baru ini. Ia dibenci oleh elite promiliter dan mereka yang prokerajaan, tetapi dipuja oleh banyak orang di daerah pedesaan yang hidup mereka berubah karena kebijakannya pada awal 2000-an.
Kembalinya Thaksin setelah mengasingkan diri selama 15 tahun, yang menurut putrinya akan tiba pada Selasa (22/8) pukul 09.00 pagi waktu setempat, berlangsung pada saat negara kerajaan itu mengalami ketegangan politik.
Thailand tidak memiliki perdana menteri selama tiga bulan setelah Partai Bergerak Maju (MFP) yang meraih kemenangan mengejutkan dalam pemilu Mei lalu gagal menempatkan calonnya di posisi tertinggi itu setelah dihalangi oleh kelompok-kelompok konservatif yang menentang janji perubahannya.
BACA JUGA: Mantan PM Thailand Thaksin akan Kembali dari Pengasingan Pekan DepanPartai Pheu Thai, peraih suara terbanyak kedua dalam pemilihan yang dipimpin oleh putri Thaksin, Paetongtarn Shinawatra, kemudian memutuskan hubungan dengan MFP untuk membentuk koalisi baru dengan kandidat yang didukung militer meskipun dalam kampanyenya pernah berjanji untuk tidak melakukannya.
Thaksin, yang membenarkan pengumuman putrinya, mengasingkan diri pada 2008 atas berbagai tuduhan kriminal selama puluhan tahun yang dia klaim bermotivasi politik -- dan masih menghadapi kemungkinan hukuman penjara.
Sementara kebencian terhadap Thaksin merajalela di kalangan elite politik, kesuksesan MFP yang tak terduga dan pemimpin mudanya yang karismatik, Pita Limjaroenrat, mungkin telah memicu pemikiran ulang.
"Jika mereka harus memilih di antara dua orang yang mereka benci itu, mereka akan memilih yang lebih jinak di antara keduanya," kata Jade Donavanik, seorang analis politik, kepada AFP.
Di luar lingkaran elite, kesepakatan Pheu Thai dengan Partai Persatuan Thailand (UTNP) yang didukung militer telah mengecewakan banyak pendukung dan kaum progresif yang memberikan suara menentang partai-partai yang didukung militer pada bulan Mei lalu. [ab/uh]