Kemenangan Barisan Nasional Serawak Dapat Jadi Cerminan Pemilu Nasional Malaysia

  • Brian Padden

Menteri Urusan Sarawak, Abdul Taib Mahmud, memberi suara di pemilu di Kuching, Sarawak, Malaysia (16/4).

Pemilu lokal pada hari Sabtu di negara bagian Sarawak tidak mengubah situasi politik di negara itu. Koalisi Barisan Nasional mempertahankan mayoritas 2/3 suara, tetapi partai oposisi mendapat suara tambahan dengan memanfaatkan ketidakpuasan di kalangan etnis Tionghoa.

Baik koalisi berkuasa Barisan Nasional maupun partai oposisi Aliansi Pakatan Rakyat sama-sama mengklaim kemenangan setelah pemilu pada hari Sabtu di negara bagian Serawak, di Pulau Kalimantan.

Sawarak telah lama menjadi benteng tradisional bagi koalisi yang berkuasa dan memenangkan dua pertiga mayoritas suara di DPR negara bagian tersebut. Walaupun aliansi partai oposisi telah gagal mencapai tujuanmya mencegah koalisi mencapai dua pertiga suara mayoritas, aliansi oposisi berhasil menambah jumlah kursi dari delapan menjadi lima belas kursi. Keberhasilan aliansi oposisi umumnya berasal dari suara kalangan etnis Tionghoa.

James Chin adalah dosen Ilmu Politik di Monash University, Kuala Lumpur. Ia mengatakan pada tingkat lokal, etnis Tionghoa merasa jenuh dengan pemerintahan Menteri Kepala Urusan Sarawak Abdul Taib Mahmud yang telah berkuasa selama 30 tahun dan tuduhan korupsi terhadap dirinya. Pada tingkat nasional, Chin mengatakan etnis Tionghoa marah karena kebijakan afirmatif yang lama serta memprioritaskan etnis Melayu di bidang ekonomi dan pendidikan masih dipertahankan.“Saya pikir etnis Tionghoa merasa frustasi. Rencana yang disebut kebijakan ekonomi baru dengan tindakan afirmatif dimulai tahun 1971. Seharusnya kebijakan itu jangka waktunya 20 tahun. Tetapi setelah 20 tahun habis, mereka malah melanjutkan kebijakan itu. Sehingga etnis Tionghoa merasa pemerintah memperlakukan mereka dengan buruk,” ujar Chin.

Pengamat politik menganalisa hasil pemilu tersebut untuk memperkirakan bagaimana kemungkinan pemilu nasional nantinya. Pada pemilu nasional tahun 2008, aliansi oposisi mengancam kedudukan koalisi Barisan Nasional yang telah berkuasa selama 50 tahun dengan memenangkan sepertiga kursi di parlemen.

Sejak saat itu, pemimpin aliansi oposisi, Anwar Ibrahim, ditahan atas tuduhan sodomi. Sidang masih berlangsung dan banyak yang menilai hal ini bermotif politik, untuk mengurangi dukungan bagi aliansi oposisi. Dan Chin mengatakan, PM Najib Razak telah mengingkari janjinya untuk mengakhiri kebijakan afirmatif guna memperoleh dukungan dari mayoritas etnis Melayu.

PM Najib tidak diwajibkan menyelenggarakan pemilu nasional hingga 2013, tetapi ia mungkin mengadakannya lebih awal. Mengingat meningkatnya ketidakpuasan di kalangan etnis Tionghoa, beberapa pakar politik mengatakan PM Najib mungkin akan menunggu. Tetapi, Chin mengatakan berdasarkan hasil pemilu di Sarawak, PM Najib dapat meraih dua pertiga suara mayoritas di parlemen tanpa dukungan etnis Tionghoa. Lebih lanjut, ia mengatakan, “Saya duga ini akan memberi PM Najib sebuah momentum untuk mengadakan pemilu lebih awal dari jadwalnya. Dia mendapatkan momentum politik sekarang karena ia telah memenangkan Sarawak dan semua pemilu yang diadakan baru-baru ini di semenanjung Malaysia," ujar Chin. "Jadi, saya pikir momentum politik ini berpihak pada Najib dan saya pikir dia akan mengadakan pemilu nasional sebelum akhir tahun ini dan paling lambat selama paruh pada kuartal pertama tahun depan."

Menurut Chin, dengan usaha memperoleh dukungan etnis Melayu lewat kebijakan afirmatif, perdana menteri Malaysia tersebut akan terus kehilangan dukungan dari kelompok etnis minoritas dan kelompok agama lainnya.