Kemenkes: 84 Petugas Pemilu Meninggal Dunia

  • Yoanes Litha

Petugas KPU dan para saksi partai melakukan rekapitulasi hasil tabulasi di tingkat kecamatan di Jakarta pada 16 Februari 2024. (Foto: AFP/Bay Ismoyo)

Kementerian Kesehatan menyebutkan sebanyak 84 petugas pemilu meninggal dunia dalam rentang 14 Februari hingga 18 Februari 2024. Penyebab kematian di antaranya adalah penyakit jantung, kecelakaan, dan hipertensi.

Ketua Komisi Pemilihan Umum, Hasyim Asy’ari mengungkapkan sebanyak 71 petugas Pemilu meninggal dunia dalam rentang 14 Februari-18 Februari 2024.

Petugas Pemilu yang meninggal dunia terdiri atas 1 petugas di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), 4 anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) di tingkat desa/kelurahan, 42 anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di tingkat PPS, dan 24 anggota satuan perlindungan masyarakat (linmas). Selain itu sebanyak 4.567 petugas pemilu jatuh sakit.

“Dengan perincian di tingkat kecamatan atau PPK 136 orang, di tingkat PPS desa kelurahan ada 696 orang, kemudian anggota KPPS di tingkat TPS ada 3.371 orang, untuk linmas yang sakit 364 orang,” papar Hasyim Asy’ari dalam konferensi pers Perkembangan Kesehatan Petugas Penyelenggara Pemilu Tahun 2024, dipantau di kanal YouTube Kementerian Kesehatan RI, Senin (19/2).

Menurut Hasyim, hingga 17 Februari 2024, pihaknya sudah menyalurkan santunan bagi empat petugas pemilu yang meninggal dunia.

BACA JUGA: Jokowi Bertemu Surya Paloh, Koalisi Indonesia Maju akan “Gemuk”?

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Herwyn J H Malonda, mengungkapkan sebanyak 27 petugas pengawas pemilu meninggal dunia dengan rincian sebanyak 7 petugas meninggal dunia pada 2023, 7 petugas meninggal dunia pada rentang 1 Januari hingga 13 Februari 2024, dan 13 petugas pengawas pemilu meninggal dunia dalam periode 14 Februari hingga 19 Februari 2024.

“Kami terus memantau jajaran pengawas pemilu karena penyelenggaraan pemilu masih berjalan terutama pemungutan dan penghitungan suara masih berjalan terkait dengan dua hal, terkait dengan pemungutan dan atau penghitungan suara ulang di TPS yang ada, kemudian terkait dengan pemilu lanjutan atau pemilu susulan akibat dari Force Majeure kondisi tertentu misalnya banjir,” kata Herwyn J H Malondo.

Petugas pengawas pemilu diharapkan dapat berkoordinasi dengan unit pelayanan kesehatan di daerah agar mendapat pelayanan pemeriksaan kesehatan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan selama bertugas.

Masa Kerja Panjang

Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian mengatakan upaya antisipasi telah dilakukan untuk mencegah terjadinya kematian bagi petugas pemilu yaitu dengan membatasi usia petugas KPPS maksimal 55 tahun, memiliki kondisi kesehatan yang baik berdasarkan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Belajar dari pemilu tahun 2019 masa bekerja bagi petugas pemilu bisa mencapai 33 jam tanpa henti yang menyebabkan kelelahan.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian

“Salah satu problem dulu –pemilu- tahun 2019 yaitu masa bekerja yang sangat panjang. Dimulai pencoblosan jam 7 sampai jam 13 dan setelah itu dilakukan penghitungan suara maksimal sampai jam 12 malam, tapi ada keputusan MK (Mahkamah Konstitusi-red) boleh ditambah 12 jam lagi sampai hari berikutnya, jadi total itu lebih kurang 33 jam, nah itu belum lagi persiapan sebelum dimulai pencoblosan, jadi waktu yang panjang,” jelas Tito Karnavian.

Menurut Tito Karnavian, ada klausul dari keputusan MK yang kurang dipahami oleh petugas pemilu terkait penghitungan suara dilakukan tanpa jeda yang dimaknai tidak boleh meninggalkan tempat.

“Tapi tidak berarti individualnya yang terus menerus, prosesnya tetap berjalan, ada penghitungan, kalau dia mau ke toilet, ada yang lelah, ngantuk sekali dia bisa beristirahat sementara temannya bisa mengerjakan,” jelas Tito.

Menurut Tito, meskipun negara telah hadir dengan memberikan santunan sebesar 36 juta rupiah bagi petugas pemilu yang meninggal dunia, pihaknya juga mengimbau agar kepala daerah ikut membantu keluarga yang ditinggalkan oleh pahlawan demokrasi.

“Apapun bentuk bantuannya, mulai dari saat pemakaman, kemudian di rumah duka, kalau mungkin ada keluarga mungkin masih punya anak yang masih kecil dan perlu sekolah berikan beasiswa,” imbau Tito Karnavian.

BACA JUGA: Dugaan Kecurangan Meluas, Protes dan Rencana Pengajuan Hak Angket Mengemuka

Skrining Kesehatan Perlu Dilakukan Awal untuk Pemilu Mendatang

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mencatat hingga tanggal 18 Februari 2024 jumlah kematian petugas pemilu, baik dari sisi petugas penyelenggara dan pengawas pemilu, mencapai 84 orang.

Dari skrining kesehatan terhadap 6,8 juta petugas pemilu 2024, 400 ribu di antaranya memiliki risiko tinggi berupa hipertensi dan penyakit jantung.

“Isunya kemarin sudah diskrining, sudah ketahuan mana yang sehat, mana yang tidak sehat, cuma sudah keburu terdaftar. Jadi kita kan ingin melakukan penyempurnaan, jadi itu sebabnya dilakukan skrining sehingga turun 80 persen yang wafat, tapi ke depannya 2029 kita ingin nol yang wafat,” kata Budi Gunadi Sadikin.

Penghitungan suara Pilpres oleh petugas KPPS di TPS 3, Desa Maliwuko, Kecamatan Lage, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Rabu (14/2) (Foto: VOA/Yoanes Litha).

Meskipun ada penurunan sekitar 80 persen dibandingkan pada pemilu 2019 yang mencatatkan jumlah kematian petugas pemilu sebanyak 722 orang, kematian satu orang saja sudah terlalu banyak, imbuh Menkes.

Upaya pencegahan perlu dilakukan melalui skrining kesehatan yang dilakukan pada awal proses pendaftaran petugas pemilu.

Menurutnya, pada masa mendatang, skrining kesehatan perlu menjadi syarat pendaftaran petugas pemilu. Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala yaitu setiap 6 jam terhadap petugas pemilu di tempat pemungutan suara, melibatkan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di tingkat kecamatan. [yl/ka]