Pemerintah mengimbau seluruh fasilitas kesehatan (faskes) di Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mewaspadai potensi penularan penyakit antraks yang telah menyebabkan kematian seorang warga. Korban tersebut, WP (72 tahun), meninggal dunia pada 4 Juni 2023 setelah didiagnosa terjangkit antraks.
“Kita sekarang sudah mengimbau, kita sudah keluarkan surat edaran untuk kewaspadaan bagi semua faskes di Yogyakarta. Bukan hanya di Gunungkidul, tapi juga di kabupaten yang lain-lain di Daerah Istimewa Yogyakarta,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan, Imran Pambudi dalam konferensi pers secara daring di kanal YouTube Kementerian Kesehatan RI.
Pemerintah, tegas Imran, akan meningkatkan kapasitas faskes terkait tata laksana kasus antraks. Selain itu pemerintah juga akan mengoptimalkan kapasitas surveilans untuk pendeteksian secara dini.
Imran menjelaskan antraks merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri B. Antrachis. Antraks umumnya menyerang hewan herbivora seperti sapi, kambing, domba serta dapat menular ke manusia. Bakteri penyebab antraks apabila kontak dengan udara akan membentuk spora yang sangat resisten terhadap kondisi lingkungan dan bahan kimia tertentu dan dapat bertahan selama puluhan tahun di dalam tanah.
Kementerian Kesehatan mencatat sejak 2016 hingga 2022, kasus penyakit antraks pada manusia di Yogyakarta hampir terjadi setiap tahun meski tanpa ada kasus kematian. Namun pada 2023, tercatat sudah terdapat tiga kematian.
“Baru pada tahun 2023 ini ada tiga kematian. Satu dinyatakan suspek karena ada hasil pemeriksaan lab (laboratorium) -nya. Sedangkan yang dua tidak sempat dilakukan pemeriksaan lab karena langsung meninggal dan dari riwayat, kita lakukan investigasi, gejala-gejalanya ada, dan mereka punya riwayat kontak dengan sapi-sapi yang mati karena antraks,”jelas Imran.
Hewan Tertular Antraks Dilarang Dikonsumsi
Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Nuryani Zainudin, memaparkan sejumlah gejala terhadap hewan yang terinfeksi. Ternak, katanya, akan menunjukkan gejala klinis demam tinggi pada awal infeksi, ternak kemudian mengalami gelisah, kesulitan bernafas, kejang, rebah dan kematian. Tidak jarang ternak mati mendadak tanpa menunjukkan gejala klinis.
“Nah sapi yang mati ini tidak boleh dibedah, tidak boleh dibuka (dipotong-potong), harus dibakar untuk mencegah terjadinya penularan. Ketika ini dibedah maka spora akan keluar dan spora akan masuk ke dalam tanah sehingga melindungi dirinya dan akan bertahan sampai puluhan tahun,” kata Nuryani.
BACA JUGA: Cegah Anthrax, DKI Perketat Pengawasan Hewan KurbanNuryani menambahkan tradisi brandu atau purak di Candirejo meningkatkan potensi manusia terpapar antraks. Brandu atau purak adalah tradisi mengumpulkan iuran untuk diserahkan pada pemilik ternak yang mati atau sakit. Daging hewan itu lantas dibagikan kepada orang-orang yang mengumpulkan iuran.
“Adalah suatu tradisi di Gunungkidul ini adalah mereka mengonsumsi dan membagi –daging- hewan yang sudah mati atau hewan yang sudah kelihatan sakit kemudian mereka sembelih kemudian mereka membagi-bagikan secara gratis kepada tetangga-tetangganya. Ini adalah yang paling meningkatkan faktor risiko terjadinya kasus antraks,” papar Nuryani.
Pemahaman Masyarakat
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian, Syamsul Ma’arif, menegaskan perlunya sosialisasi tentang bahaya antraks kepada masyarakat, bahwa daging hewan ternak yang terinfeksi antraks tidak aman untuk dikonsumsi manusia.
“Apalagi kalau dikatakan, ‘Pak bisa nggak dagingnya direbus aman untuk dikonsumsi? Tidak boleh dilakukan. Membuka saja tidak boleh,” tegas Syamsul.
Your browser doesn’t support HTML5
Syamsul menjelaskan penanganan bangkai hewan tertular antraks harus dikubur sedalam dua meter, tetapi sebelumnya harus disiram terlebih dulu dengan minyak tanah. Permukaan tanah lalu disiram dengan disinfektan dan selanjutnya diberi tanda khusus. Tempat-tempat dan kendaraan/peralatan yang kontak dengan hewan mati akibat antraks harus didisinfeksi, tetapi jika sulit dilakukan maka harus dibakar musnah. [yl/ah]