Fenomena judi online dan penipuan berbasis teknologi daring (online scamming) semakin mengkhawatirkan, tetapi sulit sekali menelusuri unsur tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam kasus pekerja migran yang bekerja di sektor judi online dan online scam di luar negeri. Ini dikarenakan dalam sebagian kasus tidak ditemukan adanya unsur penipuan, yang merupakan syarat pidana TPPO.
Hal ini disampaikan Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha dalam diskusi di Jakarta, Jumat (14/12).
"Jadi saat ini yang kami catat ada warga negara kita yang secara sadar ingin bekerja di sektor itu karena memang menjanjikan gaji yang tinggi. Jadi tidak terpenuhi unsur-unsur TPPO, tidak ada penipuan di sana, tidak ada eksploitasi di sana. Yang bersangkutan memang ingin bekerja di sektor itu karena memang menjanjikan penghasilan yang besar," katanya.
Kembali Tekuni Online Scam
Judha menceritakan adanya satu kasus baru yang melibatkan tujuh WNI yang bekerja di sektor online scam di kota Johannesburg, Afrika Selatan. Setelah didalami, mereka berangkat dari Jakarta menuju Dubai, kemudian ke Mamboto, Mozambik, untuk kemudian menuju Johannesburg, Afrika Selatan lewat jalan darat.
Yang menarik, lanjutnya, tiga dari tujuh WNI itu sebelumnya pernah bekerja di online scam di Laos dan Kamboja, dan dibantu untuk dipulangkan ke Tanah Air oleh pemerintah. Tidak disangka ketika ketiganya kembali melanjutkan pekerjaan di online scan, di kota berbeda, yaitu Johannesburg. Mengingat mereka terbang ke luar negeri dan menekuni sektor judi online dan online scam atas kemauan sendiri, maka tidak dapat dikategorikan sebagai TPPO, tegas Judha.
Warga Indonesia yang paling banyak bekerja di sektor judi online dan online scam diketahui umumnya berasal dari Sumatra Utara, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat dan Jawa Tengah.
BACA JUGA: 39 Warga Asing Kabur dari Kamp Penipuan Online MyanmarPenyiksaan
Lebih jauh Judha Nugraha mengatakan benar ada WNI yang mengalami penyiksaan dan gajinya tidak dibayar ketika bekerja di perusahaan judi online dan online scam, serta ada yang merupakan korban TPPO; tetapi ada pula yang tidak. Dalam beberapa kasus, penyiksaan terjadi karena mereka dinilai tidak memenuhi target perusahaan. Oleh karena itu negara harus jeli mengkaji setiap kasus yang dilaporkan, dan memberikan bantuan dengan cara berbeda-beda sesuai kasus yang ada.
Perluasan Korban Perdagangan Orang
Lepas dari adanya fakta bahwa tidak semua kasus judi online dan online scam yang melibatkan WNI merupakan TPPO, Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan saat ini telah terjadi perluasan korban perdagangan orang.
"Kalau dulu, wajah korban perdagangan manusia biasanya adalah perempuan dari daerah miskin, ekonominya rendah; sekarang meluas wajahnya menjadi orang muda, bahkan sarjana lulusan perguruan tinggi," ujar Wahyu.
Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan di mana kasus perdagangan orang tumbuh subur karena belum adanya platform bersama ASEAN untuk melindungi para pekerja migran, salah satu kelompok yang paling sering menjadi korban TPPO. Wahyu Susilo, yang mendalami isu pekerja migran selama puluhan tahun, mencontohkan bagaimana situasi konflik di Myanmar disalahgunakan untuk mendirikan kamp operasi online scam yang diduga kuat melibatkan sejumlah pejabat Myanmar.
Menurut aktivis yang pada 2007 dianugrahi “Trafficking in Persons Report Hero Award” oleh Departemen Luar Negeri Amerika, hanya ada dua negara di Asia tenggara yang tergolong baik dalam memerangi perdagangan orang, yakni Filipina dan Singapura. Sedangkan Indonesia masih dianggap belum serius dalam memebrantas perdagangan orang.
BACA JUGA: Generasi Z dan Pengangguran Jadi Sasaran Baru Pelaku TPPOTren WNI yang menjadi korban TPPO, tambah Wahyu, juga telah bergeser dari Jawa dan Nusa Tenggara menjadi Sumatra Utara. Demikian pula negara tujuan perdagangan orang, dari Timur Tengah dan Malaysia, menjadi Myanmar Laos, Kamboja dan Filipina.
Berdasarkan data dari Kementerian Luar Negeri, sejak 2020 hingga November 2024, total ada 5.111 kasus penipuan online yang melibatkan WNI di luar negeri. Kamboja menduduki peringkat paling atas dengan 2.962 kasus. Namun demikian dari data nasional itu, yang terindikasi TPPO adalah 1.290 kasus. [fw/em]