Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri Bagus Hendraning Kobarsyih kepada VOA, Rabu (22/3) menjelaskan pernyataan dari Smotrich tersebut mengingkari dan mengabaikan hak hidup rakyat Palestina dan cenderung mengancam integritas teritorial Yordania.
Pernyataan Smotrich itu, tambahnya, sangat berbahaya dan memancing kekerasan jika tidak ditangani dengan sebaik-baiknya. Dia menyebutkan gagasan Smotrich tersebut mengacu pada ide dasar dari gerakan Zionis, yaitu pembentukan negara Israel Raya yang meliputi Palestina, Yordania, Mesir, Suriah, dan Irak.
"Ini sangat ambisius dan sangat ekspansionis. Dan dia tidak menghargai kedaulatan negara lain. Dia juga mengabaikan perjanjian perdamaian antara Yordania dengan Israel pada 1994, di mana diakui wilayah Yordania dan mengakui Yordania sebagai pengampu wilayah Yerusalem yang menjadi kota suci tiga agama," kata Bagus.
Saat berbicara dalam sebuah konferensi pers di Prancis, Smotrich mengatakan tidak ada sejarah atau budaya Palestina dan tidak ada juga yang namanya bangsa Palestina. Dia juga memancing kemurkaan Yordania karena berbicara di podium yang ditutupi dengan variasi bendera Israel yang menunjukan negara Israel dengan batas-batas yang diperluas yang mencakup Tepi Barat, Yerusalem Timur, Gaza dan Yordania.
Dia menekankan pernyataan Smotrich itu menjadi kesempatan bagi Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan Liga Arab untuk menyatukan sikap, berkolaborasi untuk menekan Israel agar menaati perjanjian-perjanjian yang telah disepakati, khususnya mengenai solusi dua negara.
Menurut Bagus, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Smotrich, dan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir tidak mengakui solusi dua negara. Bagi mereka, kata Bagus, hanya ada satu negara, yaitu Israel, orang-orang Palestina harus keluar dari sana.
Ketiga elite tersebut, lanjutnya, hanya mengenal bahasan kekerasan, bukan perdamaian. Israel juga mengerahkan kekuatan militer untuk operasi keamanan di Tepi Barat sekarang ini dan yang menjadi korban warga sipil, termasuk lanjut usia, perempuan, dan anak-anak.
Karena itu, Bagus mengatakan, Indonesia akan terus mendukung perjuangan Palestina dan kedaulatan wilayah negara-negara Arab lainnya. Indonesia juga akan mendorong solusi dua negara untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina dan bersuara di beragam forum internasional. Indonesia menentang segala berntuk aneksasi, agresi, dan intervensi.
Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia Agung Nurwijono mengatakan sikap dan pernyataan Smotrich tersebut kontraproduktif dengan gagasan perdamaian.
"Kalau memang gagasannya yang selama ini didengungkan adalah solusi dua negara, artinya itikad-itikad untuk hidup berdampingan itu atau secara sederhananya eksistensinya (Palestina) diakui harusnya ada," jelasnya.
Terkait perkembangan yang terjadi belakangan, Agung menilai peluang untuk memulai kembali proses perundingan antara Palestina dan Israel semakin jauh. Karena salah satu faktor kuncinya, para pengambil keputusan di Palestina dan Israel sama-sama belum menunjukkan suatu keinginan untuk duduk bersama.
Your browser doesn’t support HTML5
Dari sisi Israel, gejolak politik dalam negeri sejak pemerintahan sebelumnya berpengaruh terhadap hubungan antara Israel dan Palestina. Selain itu, tidak ada sosok sentral dalam konteks siapa yang akan menjadi mediator untuk pembicaraan damai Palestina-Israel.
Menurut Agung, Amerika Serikat secara perlahan tidak lagi melihat Timur Tengah sebagai prioritas kebijakan luar negerinya. Bagi negara adikuasa itu, Asia Pasifik menjadi prioritas.
Dia menambahkan klaim Smotrich bahwa Yordania termasuk wilayah Israel juga dapat mengganggu hubungan diplomatik dengan Yordania dan negara-negara tetangga lainnya. Gagasan mengananeksasi wilayah negara lain bukan ide yang dapat diterima.
Menurut Agung, pernyataan Smotrich terkait Yordania itu memberikan sinyalemen khusus yang mengundang resistensi dari negara-negara di kawasan Timur Tengah terhadap keberadaan Israel itu sendiri.
Terkait peran Indonesia dalam isu Palestina, dia melihat Indonesia memiliki posisi yang jelas. Indonesia, menurutnya, berkomitmen mendukung perjuangan bangsa Palestina untuk merdeka, tapi sebenarnya membutuhkan peta jalan damai.
Dukungan Indonesia baik oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia terhadap Palestina sangat besar. Namun, katanya, perlu dorongan secara politik agar target Palestina merdeka dapat tercapai.
Agung menegaskan perlu ada panduan tentang apa yang mesti dilakukan untuk mencapai kemerdekaan Palestina. Dia mencontohkan Indonesia selalu menyerukan rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah, namun pemerintah tidak terlihat mengupayakan perdamaian antara kedua faksi itu.
Dia menyebutkan Indonesia memiliki akses yang sangat besar untuk menjadi mediator dalam proses rekonsiliasi faksi-faksi di Palestina.
Agung menekankan kalau rekonsiliasi nasional Palestina bisa tercipta maka itu akan mempermudah jalan untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina.
Pernyataan kontroversial Smotrich itu keluar di tengah meluasnya bentrokan antara Palestina dan Israel di Tepi Barat. Hingga kini, belum ada tanda-tanda kedua pihak setuju untuk kembali ke meja perundingan. [fw/ab]