Perang antara Rusia dan Ukraina meletup sejak invasi Rusia ke negara itu pada 24 Februari. Pemerintah sudah mengevakuasi 99 warga Indonesia keluar dari Ukraina
Pada Kamis (3/3), delapan puluh orang di antaranya dan tiga warga asing yang merupakan keluarga dari WNI tersebut telah tiba di Bandar Udara Soekarno Hatta, Banten. Sementara yang lainnya masih harus tinggal di Bukares untuk sementara waktu.
Hingga saat ini masih terdapat sembilan warga Indonesia yang terjebak di Kota Chernihiv yang setiap hari dibombardir oleh Rusia. Alhasil, proses evakuasi belum dapat dilakukan karena situasi belum memungkinkan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah kepada VOA, Selasa (8/3) menjelaskan Kementerian Luar Negeri sedang membahas rencana untuk memindahkan kegiatan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ukraina dari Ibu Kota Kyiv ke Lviv, kota di daerah perbatasan dengan Polandia.
"KBRI kita di Kyiv masih ditempati oleh beberapa orang namun kita ada rencana kontijensi untuk mencari lokasi kota lain yang lebih aman. Jadi secara fisik masih ada yang di sana (KBRI Kyiv), namun untuk keselamatan dan lain-lain akan dipindahkan ke kota yang lebih aman," kata Faizasyah.
Faizasyah menjelaskan hingga saat ini beberapa staf diplomatik esensial sudah meninggalkan Kyiv dan keluarga diplomat juga sudah keluar dari Kyiv. Dia menegaskan KBRI Kyiv harus tetap bertahan selama masih ada warga negara Indonesia yang belum bisa dievakuasi.
Menurutnya, Duta Besar Indonesia untuk Ukraina Ghafur Akbar Dharmaputra sekarang sedang menuju wilayah Lviv setelah kemarin bergeser ke daerah perbatasan Ukraina dengan Moldova.
Faizasyah mengatakan layanan konsuler oleh KBRI Kyiv masih terus dibuka dan KBRI akan memfasilitasi evakuasi warga Indonesia yang masih berada di Ukraina.
BACA JUGA: 80 WNI Yang Dievakuasi dari Ukraina Tiba di JakartaTerkait sembilan warga Indonesia yang masih menetap di Kota Chernihiv, dia mengatakan pemerintah masih menunggu waktu yang tepat. Ketika jalur aman bagi pengungsi untuk keluar dari Ukraina diberikan, katanya, pemerintah akan mengevakuasi mereka.
Jika tidak, menurutnya, akan sangat berisiko bagi mereka untuk meninggalkan rumah secara aman di Chernihiv.
Faizasyah menjelaskan sembilan warga Indonesia di Chernihiv dalam keadaan aman dan sehat, tetapi karena di tengah situasi perang mereka merasa khawatir. Mereka belum bisa dievakuasi pada tahap awal karena Chernihiv setiap hari dibombardir Rusia.
Pengamat keamanan internasional dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nanto Sriyanto memperkirakan Perang Rusia-Ukraina akan berlangsung lama karena tawaran dari Rusia sebagai syarat gencatan senjata bukan tawaran yang sama-sama menguntungkan kedua belah pihak
Syarat yang disampaikan oleh Rusia adalah Ukraina mesti mengubah konstitusi yag akan menjadikan negara ini netral dan tidak bergabung dengan blok mana pun. Selain itu, Ukraina juga harus mengakui kemerdekaan Donetsk dan Lughansk serta tidak mengganggu wilayah Krimea yang sudah direbut oleh Rusia pada 2014.
Menurut Nanto, tawaran-tawaran Rusia tersebut adalah pemaksaan dan tidak sehat sehingga Ukraina tentu akan menolak semua itu.
"Apalagi juga belakangan isu-isu dukungan pasokan senjata. Bahkan walaupun ini belum disetujui, seperti Polandia mencoba menawarkan membantu dengan hibah pesawat (tempur, ini sebenarnya potensi konflik ini menjadi lebih panjang semakin besar," ujar Nanto.
Nanto menambahkan tawaran sebelumnya agar Ukraina menjadi negara penyanggah sebenarnya bukan isu krusial. Lagi-lagi, katanya, tawaran Rusia itu tidak relevan dengan tuduhan ada gerakan neo-Nazi di Ukraina. Yang ditakutkan oleh Rusia adalah Ukraina bergabung dengan negara Barat dan menjadi pihak Barat yang berada di depan pintunya.
Your browser doesn’t support HTML5
Nanto menilai Indonesia tidak masuk dalam daftar negara tidak bersahabat versi Rusia karena Indonesia tidak secara tegas mengecam atau menerapkan sanksi yang menyudutkan Rusia.
Hal paling sederhana yang bisa dilakukan oleh Indonesia adalah menyerukan kepada Rusia dan Ukraina untuk mengizinkan masuknya ICRC (Komite Palang Merah Internasional) dan membolehkan penduduk sipil keluar dari wilayah konflik. [fw/ab]