Kepala BNN Serukan Pemberantasan Narkoba Gaya Filipina

Kepala Badan Narkotika Nasional Komjen Budi Waseso (kiri) di kompleks kantor BNN Jakarta (31/8). (VOA/Andylala Waluyo)

Kedua pemimpin negara akan bertemu minggu ini dan salah satu topik utama pembahasan kemungkinan besar adalah cara-cara menghapus peredaran narkoba di wilayah ini.

Terinspirasi oleh "perang terhadap narkoba" di Filipina, kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) berencana untuk meningkatkan perlawanan atas narkoba secara agresif dengan melengkapi pasukan polisi dengan lebih banyak personel dan persenjataan berat.

Dua negara tetangga ini telah mendeklarasikan "perang terhadap narkoba," di mana Indonesia meningkatkan eksekusi terpidana kasus narkoba, sementara Filipina meluncurkan pemberantasan brutal yang membunuh ratusan tersangka pengedar narkoba dalam beberapa bulan terakhir.

Kedua pemimpin negara akan bertemu minggu ini di Jakarta dan salah satu topik utama pembahasan kemungkinan besar adalah cara-cara menghapus peredaran narkoba di wilayah ini.

Kepala BNN, Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso mengatakan pada Selasa malam (6/9), bahwa lembaga itu sedang dalam proses menambah senjata, penyelidik, teknologi dan anjing pelacak untuk pasukannya, selain meningkatkan upaya penegakan hukum di salah satu pasar narkoba terbesar di wilayah ini.

Ketika ditanya apakah Indonesia dapat seagresif Filipina dalam melawan narkoba, Budi mengatakan: "Ya, saya yakin. Itu dapat terjadi karena (masalah narkoba) di Indonesia sama parahnya dengan di Filipina."

"Nyawa pengedar tidak berarti karena ia melakukan pembunuhan massal. Bagaimana kita bisa menghormatinya?" tambahnya.

Namun juru bicara BNN mengatakan Indonesia tidak akan seagresif negara tetangga.

"Hukuman yang diberlakukan harus sesuai dengan hukum dan standar-standar nasional dan internasional," ujar juru bicara bNN, Slamet Pribadi.

Sejak Presiden Rodrigo Duterte menjadi presiden bulan Juni, 2.400 orang telah dibunuh dalam "perang terhadap narkoba" yang digalakkannya. Sekitar 900 orang tewas dalam operasi polisi dan sisanya menurut pihak berwenang "mati dalam penyelidikan," sebuah istilah yang oleh para aktivis hak asasi manusia merupakan eufemisme dari main hakim sendiri dan pembunuhan ilegal.

Kampanye berdarah itu telah memicu kecaman dari organisasi-organisasi seperti PBB, yang menyebut pembunuhan tersebut melanggar hukum.

Namun Duterte telah menolak mundur, menjanjikan bahwa "banyak orang akan dibunuh" sebelum mencapai tujuannya sebagai negara bebas narkoba. [hd]