Kepala IAEA Berharap Dapat Segera Berbicara dengan Presiden Iran

Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi berbicara kepada wartawan dalam pertemuan di Wina, Austria, pada 9 September 2024. (Foto: Reuters/Leonhard Foeger)

Kepala badan pengawas nuklir PBB (IAEA), Rafael Grossi, pada Senin (9/9), mengatakan ia berharap dapat mengadakan pembicaraan dengan Presiden Iran yang baru Masoud Pezeshkian paling lambat pada November untuk meningkatkan kerja sama antara Iran dan lembaganya.

Beberapa masalah yang sudah berlangsung lama mengganggu hubungan antara Iran dan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), termasuk larangan Iran terhadap pakar pengayaan uranium dalam tim inspeksi, dan kegagalannya selama bertahun-tahun untuk menjelaskan jejak uranium yang ditemukan di lokasi yang tidak diumumkan.

"Dia (Pezeshkian) setuju untuk bertemu saya pada saat yang tepat," kata Grossi dalam pernyataan pada pertemuan triwulanan Dewan Gubernur yang beranggotakan 35 negara di lembaganya, mengacu pada pertukaran pendapat setelah pemilihan Pezeshkian pada Juli.

Dengan diplomasi nuklir yang sebagian besar terhenti antara pemilihan presiden Iran dan pemilihan AS pada 5 November, Grossi mengatakan ia ingin segera membuat kemajuan nyata.

BACA JUGA: Dirjen IAEA Peringatkan Situasi PLTN di Ukraina dan Rusia 

Resolusi dewan IAEA yang memerintahkan Iran untuk segera bekerja sama dalam penyelidikan jejak uranium dan menyerukan untuk mencabut larangan terhadap inspekturnya, tidak membawa banyak perubahan. Laporan triwulanan IAEA yang dilihat kantor berita Reuters pada 29 Agustus pun tidak menunjukkan adanya kemajuan.

Iran menanggapi resolusi terbaru pada Juni dengan mengumumkan perluasan kapasitas pengayaannya, memasang lebih banyak sentrifugal, mesin yang memperkaya uranium, di situs Natanz dan Fordow.

Iran telah meningkatkan pengayaan nuklir sejak 2019, setelah Presiden AS kala itu Donald Trump membatalkan perjanjian yang dicapai di bawah pendahulunya Barack Obama di mana Iran setuju untuk membatasi kegiatan nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi internasional.

Diplomat-diplomat Barat mengatakan ada rencana untuk melakukan pembicaraan mengenai pembatasan baru jika calon presiden dari Partai Demokrat Kamala Harris memenangkan pemilu. [ka/ns]